Topcareer.id – Tingkat kematian akibat COVID-19 sekitar 10 kali lebih tinggi di negara-negara, dimana setengah atau lebih populasinya mengalami kelebihan berat badan (obesitas), menurut laporan World Obesity Federation.
Laporan tersebut dirilis hari Rabu (3/3/2021) dan berjudul COVID-19 dan Obesitas: Atlas 2021. Studi itu menunjukkan bahwa kelebihan berat badan adalah “prediktor yang sangat signifikan” untuk mengembangkan komplikasi dari tertular COVID-19 seperti rawat inap, perawatan intensif dan ventilasi mekanis, serta menjadi “prediktor kematian” dari penyakit.
Para peneliti mengatakan negara-negara yang populasi obesitasnya kurang dari 40%, memiliki lebih sedikit kematian terkait virus corona.
Sementara itu negara-negara seperti Inggris, Amerika Serikat dan Italia, yang lebih dari 50 persen populasinya kelebihan berat badan, mengalami lebih banyak kematian.
“Populasi yang kelebihan berat badan adalah populasi yang tidak sehat, dan pandemi menunggu itu untuk terjadi,” kata laporan itu.
Baca juga: Terapi Air Jepang Dipercaya Mampu Turunkan Berat Badan
Laporan tersebut menunjukkan di Inggris ada 73,7 persen dari 10.465 pasien sakit kritis COVID-19 yang dikonfirmasi memiliki obesitas.
Sedangkan Vietnam yang populasi obesitasnya rendah, mencatat tingkat kematian COVID-19 terendah kedua di dunia.
Obesitas bisa menjadi faktor risiko untuk hasil berbahaya pada orang di bawah 60 tahun. Mereka yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) antara 30 dan 34 dua kali lebih mungkin untuk dirawat di ICU, dibandingkan dengan mereka yang memiliki BMI di bawah 30.
Laporan tersebut menyarankan bahwa orang yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan harus diprioritaskan untuk pengujian dan vaksinasi.
Sebuah survei oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menemukan bahwa tingkat obesitas di Amerika Serikat adalah 42%.
COVID-19 telah menewaskan lebih dari 2,56 juta orang di seluruh dunia. Informasi yang dikumpulkan selama dua dekade terakhir juga menunjukkan bahwa kelebihan berat badan terkait dengan hasil yang lebih buruk pada MERS, influenza H1N1 dan infeksi terkait influenza lainnya.**(Feb)