Topcareer.id – Penerima vaksin virus corona buatan Moderna dilaporkan lebih banyak yang mengalami efek samping daripada mereka yang mendapat suntikan dari Pfizer, menurut sebuah penelitian baru-baru ini.
Peneliti menganalisis laporan dari lebih dari 3 juta penerima vaksin yang dikumpulkan melalui v-safe, program Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit yang melacak reaksi terhadap imunisasi.
Hampir 70 persen mengatakan mereka mengalami semacam reaksi di tempat suntikan, seperti nyeri atau bengkak, dan setengahnya melaporkan efek samping umum seperti kelelahan atau kedinginan.
“Persentase lebih besar dari peserta yang menerima vaksin Moderna, dibandingkan dengan vaksin Pfizer-BioNTech, pola reaktogenisitas ini lebih terlihat setelah dosis kedua.” para peneliti mencatat.
Baca Juga: Vaksin Sinovac Bisa Dibeli Secara Mandiri dengan Harga Rp600 Ribu?
Mereka yang mendapat suntikan Moderna, 73 persennya mengatakan mereka mengalami reaksi di tempat suntikan, dibandingkan dengan 65 persen orang yang mendapat vaksin Pfizer.
Hampir 51 persen penerima Moderna melaporkan mengalami gejala seluruh tubuh, dibandingkan dengan 48 persen yang mendapat suntikan Pfizer.
Laporan tersebut datang dari lebih dari 3,6 juta orang yang mendapatkan dosis pertama vaksin COVID-19 sebelum 21 Februari 2021 dan menyelesaikan setidaknya satu survei kesehatan tentang v-safe dalam waktu tujuh hari setelah disuntik.
Kesenjangan melebar setelah dosis kedua, hampir 82 persen orang yang mendapat vaksin Moderna kedua mengalami nyeri di tempat suntikan, dibandingkan dengan di bawah 69 persen yang mendapatkan Pfizer.
Baca Juga: Dapat Jadwal Vaksinasi Saat Puasa? Perhatikan Hal Ini
Secara keseluruhan, 74 persen penerima Moderna mengatakan bahwa mereka mengalami gejala spada eluruh tubuh, dibandingkan 64 persen orang yang menerima vaksin Pfizer.
Sekitar 40 persen penderita Moderna secara khusus melaporkan kedinginan, dibandingkan dengan hanya 22 persen penerima Pfizer.
“Data dari jutaan peserta v-safe menunjukkan bahwa nyeri di tempat suntikan sering terjadi setelah dosis pertama dan kedua dari vaksin berbasis mRNA,” catat para peneliti.
Studi ini diterbitkan pada hari Senin (5/4/2021) di jurnal medis yang ditinjau sejawat, JAMA.**(RW)