Topcareer.id – Ada risiko pembekuan darah otak yang jauh lebih tinggi akibat infeksi COVID-19 daripada oleh vaksin.
Para peneliti di Inggris, Kamis (15/4) menyampaikan hal tersebut setelah program vaksinasi COVID-19 terganggu oleh laporan pembekuan darah yang langka.
AstraZeneca dan Johnson & Johnson (J&J) telah mendapati laporan yang langka tentang trombosis sinus vena serebral (CVST) terkait vaksin mereka.
Pada hari Rabu (14/4), Amerika Serikat menghentikan vaksinasi menggunakan suntikan J & J sementara tautan dengan pembekuan masih dalam proses penyelidikan.
Sementara itu, Denmark justru membatalkan semua suntikan vaksin AstraZeneca karena masalah yang sangat jarang tersebut yang menyebabkan pembekuan darah.
Regulator Inggris dan Eropa telah menekankan bahwa biar bagaimanapun juga manfaat dari vaksinasi tetap jauh lebih besar daripada risikonya.
Baca juga: Regulator Obat Uni Eropa Temukan Penyebab Pembekuan Darah Dari Vaksin AstraZeneca
Sebuah studi terhadap 500.000 pasien COVID-19 menemukan CVST telah terjadi pada 39 dari satu juta orang setelah terinfeksi virus corona.
Peneliti mengatakan angka itu masih jauh lebih tinggi daripada laporan yang datang dari European Medicines Agency (EMA).
Laporan EMA menunjukkan bahwa 5 dari satu juta orang melaporkan CVST setelah mendapatkan suntikan vaksin COVID-19 dari AstraZeneca.
Para peneliti mengatakan bahwa risiko CVST adalah 8-10 kali lebih tinggi setelah infeksi COVID-19 daripada dari vaksin untuk penyakit tersebut.
“Risiko memiliki (CVST) setelah terpapar COVID-19 tampaknya secara substansial dan signifikan lebih tinggi daripada setelah menerima vaksin Oxford-AstraZeneca,” kata Maxime Taquet dari Departemen Psikiatri Oxford kepada wartawan.
Studi ini didasarkan pada database kesehatan di AS, sehingga tidak ada data baru tentang risiko penggumpalan dari vaksin AstraZeneca secara langsung, karena suntikan tidak diluncurkan di sana.
Baca Juga: Studi: Vaksin Pfizer Efektif untuk Penderita Penyakit Kronis
Tingkat kematian akibat CVST sekitar 20% baik itu karena infeksi COVID-19 atau vaksin, menunjukkan pembekuan darah merupakan faktor risiko utama.
Regulator juga telah mengamati tingkat trombosit yang rendah dalam laporan efek samping vaksin, tetapi para peneliti mengatakan data terbatas pada apakah itu juga terjadi pada mereka yang melaporkan CVST setelah infeksi.
Para peneliti menyoroti bahwa COVID-19 bisa terkait dengan gangguan pembekuan darah yang lebih umum daripada CVST, seperti stroke.
Dan, perdebatan baru-baru ini tentang vaksin telah membuat banyak orang kehilangan pandangan tentang seberapa buruk penyakit itu sendiri.
“Pentingnya temuan ini adalah untuk mengembalikan fakta bahwa ini adalah penyakit yang sangat mengerikan karena berbagai macam efek termasuk peningkatan risiko (CVST),” John Geddes, direktur NIHR Oxford Health Biomedical Research Center mengatakan.
Tim peneliti dari Universitas Oxford juga mengatakan bahwa mereka bekerja secara independen dari tim vaksin Oxford yang mengembangkan suntikan AstraZeneca.**(RW)