Topcareer.id – Varian Beta dari virus corona mungkin lebih mematikan daripada versi virus aslinya, menurut para peneliti di Afrika Selatan.
Mereka mempelajari lebih dari 1,5 juta pasien COVID-19 hingga sampai pada kesimpulan tersebut.
Meskipun varian Delta sekarang menyumbang persentase terbesar dari kasus COVID-19 baru di banyak negara, Beta masih tetap beredar.
Varian beta juga terus bermutasi sehingga membuatnya sangat menular dan lebih sulit untuk dicegah atau diobati daripada versi aslinya.
Para peneliti menemukan bahwa orang yang terinfeksi pada gelombang kedua pandemi, ketika Beta dominan, lebih mungkin memerlukan rawat inap daripada mereka yang terinfeksi selama gelombang pertama.
Hal ini disimpulkan setelah memperhitungkan faktor risiko pasien dan beban rumah sakit yang berlebihan.
Pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki risiko kematian 31% lebih tinggi pada gelombang kedua, menurut laporan yang diterbitkan di The Lancet Global Health.
Baca juga: Perbedaan Varian Virus Alpha, Beta, Delta dan Gama? (Bagian 1)
Para peneliti tidak mengetahui varian yang menginfeksi setiap pasien, jadi mereka harus menggunakan periode gelombang pertama dan kedua sebagai proksi untuk tipe varian.
“Kami berharap untuk mengulangi analisis, membandingkan gelombang ketiga di Afrika Selatan dengan dua gelombang pertama, untuk mencoba memahami apakah gelombang Delta juga dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi,” kata Dr. Waasila Jassat dari Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Johannesburg.**(Feb)