TopCareerID

Begini Aturan Sistem Kerja dan Upah di Masa PPKM Level 4

Ilustrasi Politeknik Ketenagakerjaan (Polteknaker) buka pendaftaran mahasiswa baru 2024/2025.

Ilustrasi Politeknik Ketenagakerjaan (Polteknaker) buka pendaftaran mahasiswa baru 2024/2025.

Topcareer.id – Tak ingin melihat karyawan dirugikan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memutuskan untuk membuat aturan yang mengatur hubungan kerja di masa pandemi COVID-19.

Indah Anggoro Putri selaku Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pun mengatakan setidaknya ada 3 hal yang dimuat dalam aturan nomor No.104 Tahun 2021 ini.

Pertama, pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) dan bekerja di kantor/tempat kerja atau Work From Office (WFO). Dimana dalam Kepmenaker tersebut, disampaikan bahwa pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH atau merumahkan karyawannya tetap wajib membayar upah para karyawannya.

Sedangkan untuk WFO, harus diatur persentase pekerja yang bekerja secara WFO, serta pengaturan shifting atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran

“Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan mereka yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit agar bekerja dari rumah saja,” jelasnya.

Meski demikian, Kemnaker juga memberikan solusi bagi pengusaha yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja. Salah satunya dengan melakukan penyesuaian upah.

Baca juga: Kemnaker: Keberadaan Penyandang Disabilitas Tingkatkan Reputasi dan Prestasi Perusahaan

“Perhitungan iuran manfaat jaminan sosial bagi pekerja, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja, yang dihitungkan dengan upah, maka harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian,” tambahnya.

Kemudian ditegaskan dalam Kepmenaker ini, untuk perkara Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK adalah jalan terakhir dan satu-satunya yang bisa diambil jika pandemi COVID-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha.

“Tetapi PHK harus jalan paling akhir kalau sudah dilakukan upaya-upaya lain kemudian tidak ada jalan lain maka terpaksa PHK, namun harus suatu keputusan bersama antara pengusaha dan pekerja,” tegasnya.

Kalaupun PHK ini terpaksa dilakukan karena ketidakmampuan finansial perusahaan, maka pengusaha wajib membuktikannya dengan laporan finansial perusahaan yang menunjukkan jika perusahan tersebut sudah tidak mampu membayar.

Hal ini pun tentu harus dilakukan secara musyawarah antara pengusaha dan pekerja itu sendiri.

“Dalam dialog bipartit dengan putusan PHK kiranya melibatkan dinas ketenagakerjaan setempat. Dan jangan lupa hak-hak pekerja ini harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut,” tutupnya.**(Feb)

Exit mobile version