TopCareerID

Krisis Energi Ancam Pemulihan Ekonomi Global

Topcareer.id – Krisis energi global diperkirakan akan meningkatkan permintaan minyak sebesar setengah juta barel per hari (bph) dan dapat memicu inflasi serta memperlambat pemulihan ekonomi dunia dari pandemi COVID-19, kata International Energy Agency atau Badan Energi Internasional (IEA), Kamis (12/10).

Harga minyak dan gas alam telah melonjak ke level tertinggi beberapa tahun baru-baru ini, mengakibatkan harga listrik melonjak ke tingkat tertinggi akibat kekurangan energi melanda Asia dan Eropa.

“Rekor harga batu bara dan gas serta pemadaman bergilir mendorong sektor listrik dan industri padat energi untuk beralih ke minyak agar lampu tetap menyala dan operasi tetap berjalan,” kata IEA.

Harga energi yang lebih tinggi juga menambah tekanan inflasi yang bersama dengan pemadaman listrik dapat menyebabkan aktivitas industri melambat sehingga pemulihan ekonomi terhambat.

Akibatnya, permintaan minyak global tahun depan sekarang diproyeksikan pulih ke tingkat pra-pandemi, tambah IEA yang berbasis di Paris.

Perkiraan permintaan minyak untuk tahun ini dan 2022 meningkatkan masing-masing sebesar 170.000 bph dan 210.000 bph.

Kenaikan permintaan pada kuartal terakhir menyebabkan penarikan terbesar pada stok produk minyak dalam delapan tahun.

Sementara tingkat penyimpanan di negara-negara OECD berada pada level terendah sejak awal 2015.

IEA memperkirakan bahwa kelompok produsen OPEC+ akan memompa 700.000 barel per hari di bawah perkiraan permintaan minyak mentahnya pada kuartal keempat tahun ini.

Hal ini berarti permintaan minyak dunia akan melebihi pasokan setidaknya hingga akhir 2021.

Baca juga: Dukung Energi Bersih, Indonesia Akan Terapkan Carbon Tax

Kapasitas produksi cadangan dari grup tersebut akan menyusut dengan cepat, dari 9 juta barel per hari pada kuartal pertama tahun ini menjadi hanya 4 juta barel per hari pada kuartal kedua tahun 2022.

Merilis prospek energi tahunan yang mencolok menjelang konferensi iklim utama di Inggris bulan November, IEA mengatakan bahwa pemulihan ekonomi dari pandemi itu “tidak berkelanjutan” dan terlalu banyak berputar pada bahan bakar fosil.

Investasi dalam energi terbarukan perlu tiga kali lipat pada akhir dekade jika dunia berharap untuk memerangi perubahan iklim secara efektif.**(Feb)

Exit mobile version