Topcareer.id – Sudah dengar soal sekelompok remaja yang mengendarai sepeda motor di tengah malam, sambil membawa senjata tajam untuk melukai pengendara lain?
Sekilas, kamu mungkin berpikir kalau itu merupakan premis film horor atau bagian dari game Grand Theft Auto (GTA) yang tersohor itu.
Tetapi, gawatnya, aktivitas itu ternyata sudah ada sejak lama dan benar-benar terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Warga setempat mengenalnya dengan istilah “klitih.”
Jumlah kasusnya pun cukup signifikan, dan mengkhawatirkan orang-orang yang sering pulang larut.
Ya, meski pada awal 2018 dinyatakan bahwa kejahatan penganiayaan berat (anirat) di DIY telah turun hingga 44,12%, kata Klitih masih saja terdengar hingga hari ini, yang bisa diartikan jika aktivitas itu belum benar-benar berhenti.
Psikolog dari Yayasan Pulih, Jane L Pietra, yang kerap menangani trauma korban kekerasan, percaya ada unsur salah mengartikan maskulinitas yang mendorong terjadinya klitih.
“Fenomena ini perlu diatasi dari akarnya, yang merupakan citra maskulinitas yang salah. Suatu pendekatan menyeluruh juga diperlukan untuk membuat mereka memahami konsekuensi sebenarnya dari kekerasan dan bagaimana menghormati orang lain,” katanya saat saya wawancara untuk Coconuts Media, beberapa tahun silam.
Jane kala itu juga menyoroti perubahan makna “klitih” yang turut andil terkait perilaku para pelakunya.
“Ada perubahan besar dalam arti kata lokal “klitih” (yang pada dasarnya diterjemahkan menjadi “hang out”), dari positif ke negatif. Klitih pernah ditafsirkan sebagai cara untuk menghilangkan rasa bosan dengan jalan-jalan di malam hari bersama teman-teman. Sekarang klitih diartikan sebagai tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja, ” kata dia.
Lalu, apa yang sebenarnya dicari dari kegiatan klitih ini?
Berikut sekilas wawancara dengan seorang mantan pelaku yang kini telah meninggalkan dunia kelam itu dan memilih fokus di bisnis kuliner.
Baca juga: KSP: Setiap Hari, 35 Perempuan jadi Korban Kekerasan Seksual
Kok bisa terlibat klitih?
Semuanya dimulai dari geng sekolah. Anak-anak yang berasa punya nyali berkumpul jadi satu.
Tujuan dan keuntungannya apa sih?
Tujuannya buat besarin nama sekolah sekaligus geng sekolah. Inginnya sih diakui kalau di Jogja ini ada keberadaan kami. Keuntungannya enggak ada sih, lebih ke kepuasan pribadi saja.
Benar enggak sih kalau klitih dianggap sebagai sarana untuk menunjukan kejantanan pelaku?
Bisa dibilang begitu. Kadang ada juga anak yang enggak punya mental pemberani tapi dia cuma ikut-ikutan biar dipandang berani dan enggak di-bully di sekolah.
Korban seperti apa yang biasanya jadi sasaran? Apa alasannya?
Sasaran utama sebenarnya geng sekolah lain atau musuh-musuh pribadi. Tapi di saat sudah muter-muter dan enggak juga nemu sasaran, akhirnya asal aja sasarannya. Yang penting laki-laki dan kelihatan masih sekolah.
Ya bisa dibilang sasarannya lebih ke ngasal.
Ada rasa takut tidak saat melakukannya?
Enggak sih, lebih ke seru saja.
Apa yang membuat seseorang bisa berhenti melakukan klitih?
Kebanyakan yang berhenti klitih itu karena sudah enggak sekolah lagi atau sudah lulus. Tapi ada juga yang masih aktif, itu (biasanya) yang enggak pada kerja. Kalau yang sudah pada kerja kebanyakan langsung pada berhenti.