Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Friday, November 22, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

Harga Telur Ayam Ras Turun di Tingkat Eceran, Ini Detailnya

Ilustrasi. (dok. Eater)

Topcareer.Id – Per 7 September 2022 kemarin, harga telur ayam ras di tingkat eceran secara nasional telah turun hingga 2,2 persen. Hal tersebut diumumkan langsung oleh Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Syailendra.

Menurutnya, penurunan harga terbesar terjadi di Jawa dan Sumatra sebagai sentra produksi telur ayam ras, yakni dari Rp31.500/kg menjadi Rp30.800/kg.

Syailendra menyebut, angka tersebut merupakan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Bank Indonesia.

“Sedangkan, rata-rata harga di DKI Jakarta sebesar Rp29.150/kg atau telah turun 4,9 persen. Harga terendah Rp28.000/kg ditemukan di Pasar Senen, Pasar Minggu, Pasar Lenteng Agung, dan Pasar Pramuka, meskipun di beberapa pasar masih ada yang menjual dengan harga Rp32.000/kg,” tegasnya.

Syailendra menambahkan, rata-rata harga telur ayam ras di tingkat eceran di wilayah Jawa, tercatat sebesar Rp28.150/kg, turun 5,7 persen dibandingkan seminggu sebelumnya.

Sementara di wilayah Sumatra, harganya sebesar Rp28.890/kg atau turun 1,1 persen.

Baca juga: Jangan Buang Kuning Telur! Ini 5 Manfaat Hebat yang Wajib Kamu Ketahui

Meskipun telah mengalami tren penurunan, harga di luar Jawa dan Sumatra masih berada di atas kisaran harga Rp30.000/kg.

Antara lain wilayah Bali dan Nusa Tenggara sebesar Rp31.100/kg, Kalimantan sebesar Rp31.860/kg atau turun 2,8 persen, Sulawesi sebesar Rpp30.950/kg, serta Maluku dan Papua sebesar Rp37.800/kg.

Syailendra menjelaskan, produksi telur ayam ras terkonsentrasi di Jawa dan Sumatra dengan total produksi mencapai 78 persen dari produksi nasional, dengan rincian Jawa sebesar 56 persen dan Sumatra sebesar 22 persen.

Sementara itu, wilayah di luar Jawa dan Sumatra cenderung mengalami defisit pasokan, khususnya di wilayah Maluku dan Papua, yang biasanya disuplai dari wilayah Jawa.

“Selain karena defisit pasokan di luar Jawa dan Sumatra, faktor biaya distribusi dan risiko kerusakan telur, seperti telur busuk dan pecah, saat pengiriman juga menjadi salah satu penyebab terjadinya disparitas harga,” kata Syailendra.

Syailendra menyampaikan, pergerakan harga di tingkat eceran selalu lebih lambat apabila dibandingkan dengan harga di tingkat peternak. Hal itu karena pedagang akan menghabiskan stok sebelumnya terlebih dahulu.

the authorFeby Ferdian

Leave a Reply