Topcareer.id – Pasar kerja saat ini heboh dengan keberadaan Artificial Intelligence (AI) yang mampu mengubah lanskap kerja. Di samping AI, perekonomian juga tengah bertransisi menjadi ekonomi hijau yang pada akhirnya menghadirkan kebutuhan baru di sektor tenaga kerja sehingga butuh keahlian baru (green skills).
Dalam acara webinar oleh Prakerja bertema “Go Green, Get Skilled: Menjawab Peluang Green Jobs” pada Selasa (19/3/2024), Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Purbasari mengatakan pada 2030, kebutuhan green job diproyeksikan mencapai 4,4 juta.
Menurutnya, program Kartu Prakerja terus beradaptasi dengan kebutuhan dunia kerja. Salah satunya dengan membuat pelatihan green skills.
“Prakerja punya pelatihan green skills seperti sustainability reporting, carbon accounting, modifikasi sepeda motor menjadi motor listrik, pupuk ramah lingkungan, pengolahan sampah dan lainnya,” kata Denni, dalam keterangannya.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) sudah menyusun dan mempublikasikan Peta Okupasi Nasional Green Jobs dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Peta tersebut disusun sesuai jenis-jenis jabatan/okupasi/profesi yang ada di bidang ekonomi hijau, yakni energi terbarukan, pertanian, manufaktur, konstruksi, dan jasa (pariwisata).
Baca juga: Dukung Flaksibilitas, Program Prakerja 2024 Tambah Moda Pelatihan Baru
“Pemerintah sudah melihat green jobs bukan hanya sekadar peluang, karena dari sisi regulasi dan kebijakan sudah ada dan ini harusnya banyak yang tangkap peluang ini,” ucap Direktur Ketenagakerjaan PPN/Bappenas, Nur Hygiawati Rahayu.
Ia menambahkan, secara ekosistem, dari sisi supply perlu memiliki pemahaman mengenai green skills, serta demain dari perusahaan perlu tangkap juga peluang itu.
Direktur Program Koaksi Indonesia, Verena Puspawardani mengatakan, untuk mencari tahu industri apa saja yang berpotensi menghasilkan green jobs dapat dilihat dari deadline chart yang sudah diberikan oleh Taksonomi Keuangan Berkelanjutan di Indonesia.
Dan Direktur Corporate Affairs PT Nestle Indonesia, Sufintri Rahayu menjelaskan bahwa sustainability atau yang biasa dikenal dengan ESG (environmental, social, and governance) di lingkungan PT Nestle Indonesia bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan sebuah mindset (cara berpikir), yang menjadi value (nilai) dalam menjalankan operasi bisnis.
“Mungkin di Prakerja bisa dimasukkan saja mengenai kurikulum understanding mengenai sustainability,” imbuh Sufintri.