Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Tuesday, May 7, 2024
redaksi@topcareer.id
ProfesionalTren

Fenomena “Inflasi Jabatan” Makin Banyak di Indonesia

Ilustrasi menurut pengamatan Robert Walters, fenomena inflasi jabatan makin mengalami peningkatan.Ilustrasi menurut pengamatan Robert Walters, fenomena inflasi jabatan makin mengalami peningkatan. (Pexels)

Topcareer.id – Hasil pengamatan oleh Robert Walters Indonesia, dalam satu tahun terakhir ini, ada peningkatan jumlah perusahaan di Indonesia yang membesar-besarkan titel atau jabatan pekerjaan. Fenomena ini disebut dengan istilah inflasi jabatan (job tittle inflation).

Peningkatan ini bahkan mencapai 27% pada posisi dengan titel seperti “Direktur” dan “Manajer” yang ditujukan bagi para profesional dengan pengalaman dua tahun.

Umumnya, perusahaan melakukannya sebagai upaya untuk menarik dan mempertahankan talenta atau karyawan. Namun, upaya ini sebenarnya memiliki tingkat keberhasilan yang terbatas dan dapat menimbulkan masalah baik bagi perusahaan maupun karyawan.

Menurut Robert Walters, inflasi jabatan merujuk pada praktik perusahaan yang memberikan titel pekerjaan dengan cara dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan, yang mungkin tidak secara akurat mencerminkan tanggung jawab, senioritas, atau bahkan gaji yang sebenarnya pada posisi tersebut.

“Dalam pasar kerja yang kompetitif saat ini, praktik inflasi jabatan menjadi hal yang umum terjadi, meskipun tidak di semua industri,” kata Eric Mary, Country Head di Robert Walters Indonesia melalui siaran pers yang diterima Topcareer.id, Jumat (26/4/2024).

Baca juga: Pekerja Remote Kecil Kemungkinannya Naik Jabatan Dan Gaji, Tapi…

Jadi Bentuk Promosi

Sebanyak 56% perusahaan yang berpartisipasi dalam survei menyatakan bahwa mereka telah menerapkan strategi inflasi jabatan sebagai bentuk promosi untuk menarik talenta. Menariknya, hanya 11% dari perusahaan tersebut yang tidak melihat adanya perubahan signifikan.

Meski demikian, penggunaan jabatan yang dibesar-besarkan memiliki tantangan tersendiri, di mana para profesional mungkin tidak menganggapnya sebagai indikator senioritas yang signifikan.

Berdasarkan hasil temuan Robert Walters Indonesia, faktor-faktor seperti kemampuan mengelola tim (56%) dan persepsi mengenai pentingnya peran tersebut (23%) dianggap sebagai indikator senioritas yang lebih utama, sementara hanya 21% yang meyakini bahwa gelar C-suite atau kepala departemen mencerminkan senioritas.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jabatan yang dibesar-besarkan mungkin terlihat menarik pada awalnya, faktor-faktor seperti kepemimpinan tim dan persepsi mengenai pentingnya peran tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan senioritas daripada sekadar memiliki jabatan yang bergengsi.

Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menjaga transparansi mengenai peran dan tanggung jawab yang sebenarnya terkait dengan suatu posisi guna menghindari kebingungan.

“Menggunakan jabatan yang dibesar-besarkan dapat menjadi faktor motivasi bagi karyawan untuk mempertimbangkan langkah karier selanjutnya. Hal ini memiliki potensi untuk menciptakan dampak positif, seperti mengurangi stereotip gender dan bias lainnya, serta mengompensasi gaji yang lebih rendah,” tambah Eric Mary.

Namun, kata dia, penting bagi perusahaan untuk melakukannya dengan hati-hati agar tetap menjaga transparansi, serta dapat menarik kandidat yang sesuai dengan posisi tersebut.”

Leave a Reply