TopCareerID

Apindo dan Serikat Buruh Minta Tapera Dikaji Ulang

Ilustrasi perumahan (Pixabay)

TopCareer.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyatakan sepakat untuk menolak penerapan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dalam konferensi pers yang digelar Jumat 31/5/2024), keduanya juga meminta pemerintah mengkaji ulang program tersebut.

Menurut Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani, dunia usaha pada dasarnya menghargai tujuan pemerintah untuk menjamin kesejahteraan pekerja. Mereka pun juga mendukung kebijakan bagi ketersediaan perumahan rakyat bagi pekerja.

Meski begitu, Peraturan Pemerintah (PP) No.21/2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 20 Mei 2024 lalu, dinilai sebagai duplikasi program yang sudah ada, yaitu Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan pekerja yang berlaku bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.

“Sehingga kami berpandangan Tapera dapat diberlakukan secara sukarela. Pekerja swasta tidak wajib ikut serta, karena pekerja swasta dapat memanfaatkan program MLT BP Jamsostek,” kata Shinta, seperti dilansir keterangan tertulis di situs KSBSI.

Baca juga: Serikat Buruh Tegas Tolak Tapera

Dalam keterangan yang diberikan di Kantor Apindo tersebut, pemerintah juga diminta mempertimbangkan dan mengkaji ulang implementasi iuran Tapera.

Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana sesuai PP adalah sebesar maksimal 30 persen (Rp138 triliun), karena Aset JHT sebesar Rp 460 triliun dianggap bisa digunakan untuk program MLT perumahan bagi pekerja, mengingat ketersediaan dana MLT yang sangat besar dan dinilai belum maksimal pemanfaatannya.

Hal senada disampaikan Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban, yang menilai pemanfaatan dana MLT BPJS Ketenagakerjaan yang diperuntukkan bagi program kepemilikan rumah untuk pekerja yang belum punya tempat tinggal, bisa dimaksimalkan.

Sehingga, diusulkan keikutsertaan menabung di Tapera tidak menjadi sebuah kewajiban, melainkan atas dasar sukarela.

“Untuk itu, kami minta setidaknya pemerintah merevisi pasal 7 dari yang wajib menjadi sukarela,” kata Elly.

“Penerapan Undang-Undang Tapera tidak menjamin bahwa upah buruh yang telah dipotong sejak usia 20 tahun dan sampai usia pensiun, untuk bisa mendapatkan rumah tempat tinggal. Belum lagi sistem hubungan kerja yang masih fleksibel (kerja kontrak), ini masih jauh dari harapan untuk bisa mensejahterakan buruh,” imbuhnya.

Exit mobile version