TopCareer.id – Pemerintah beberapa waktu lalu dikabarkan mulai membahas potensi budi daya tanaman kratom di Indonesia.
Pembahasan mengenai aturan budi daya tanaman kratom di Indonesia ini dilakukan melalui Rapat Terbatas Presiden Joko Widodo bersama para menterinya pada Kamis pekan lalu.
Fokusnya adalah pada pembahasan potensi budi daya kratom di Indonesia, sebagai langkah meningkatkan nilai ekonomis dan kualitas produksi tanaman yang tengah mengalami penurunan harga cukup drastis.
Apa itu tanaman kratom?
Menurut Ratna Puspitasari, Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNNP Sumsel seperti dilansir laman BNN Provinsi Sumatera Selatan, Senin (24/6/2024), kratom adalah tanaman yang berasal dari Asia Tenggara.
Tanaman ini sudah jadi bagian dari budaya dan kehidupan penduduk asli Asia Tenggara selama ratusan tahun. Selain di Indonesia, kratom juga tumbuh di Thailand, Malaysia, dan Papua Nugini.
Kratom memiliki nama latin Mitragyna Speciosa, serta punya sebutan lain di beberapa negara Asia Tenggara misalnya ketum, kutuk, atau biak-biak di Malaysia; kratom, kadam, atau ithang di Thailand; purik atau ketum di Kalimantan Barat; kedamba atau kedemba di Kalimantan Timur; dan sapat atau sepat di Kalimantan Tengah dan Selatan.
Kratom tumbuh di daerah dengan tanah yang sedikit basah dan berbentuk pohon perdu dengan tinggi mencapai ± 15 m, dengan cabang menyebar lebih dari sekitar 4,5 meter, memiliki batang yang lurus dan bercabang, memiliki bunga kuning dan berkelompok berbentuk bulat.
Daun kratom berwarna hijau gelap dang mengkilap, halus, dan berbentuk bulat telur melancip. Daun tanaman ini dapat tumbuh sepanjang lebih dari 18 centimeter dan lebar 10 centimeter.
Manfaat Sebagai Obat Alami
Di Indonesia, Kratom merupakan tanaman endemik di sejumlah wilayah di Kalimantan. Tanaman ini telah dimanfaatkan masyarakat setempat sebagai obat alami selama berabad-abad.
Berkat manfaat kesehatannya, kratom banyak diekspor ke Amerika Serikat dan Eropa, menjadikannya komoditas ekspor yang menjanjikan.
Daun kratom dipercaya dapat meningkatkan gairah dalam bekerja. Masyarakat juga percaya mengonsumsinya bisa menambah stamina tubuh.
Selain itu, seduhan daun kratom juga diyakini dapat meringankan diare, lelah, nyeri otot, batuk, menurunkan tekanan darah tinggi, menambah energi, meredakan nyeri, mengatasi gangguan tidur, gangguan cemas dan depresi, antidiabetes, dan antimalaria.
Pada 1863, kratom pertama kali digunakan sebagai pengganti opium oleh seorang Melayu (Malaysia). Sejak saat itu, kratom menjadi obat pengganti kecanduan opium yang jadi masalah di Asia.
Senyawa aktif mitraginin yang terkandung dalam kratom yang menjadikan kratom mampu menggantikan kecanduan opium.
Baca Juga: Kernza, Tanaman Sustainable Yang Bisa Bantu Selamatkan Bumi
Dampak Negatif Kratom
Meskipun bermanfaat, kratom juga menimbulkan efek samping berbahaya, termasuk kasus kecanduan dan kematian di negara pengimpor, sehingga dianggap berbahaya bagi kesehatan.
Kratom dapat menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak nafas, kejang, dan koma.
Efek samping lainnya bisa berupa mulut menjadi kering, badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, dan nyeri otot.
Orang yang menggunakan kratom dalam jangka waktu lama, juga dapat menunjukkan gejala-gejala ketergantungan jika kratom dihentikan.
BNN mengklaim, di beberapa negara-negara pengekspor kratom, juga ditemukan beberapa kasus penyalahgunaan tanaman tersebut. Penyalahgunaan kratom yang seringkali dicampurkan dengan bahan-bahan lain lebih banyak menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh.
Campuran ini juga dapat menimbulkan efek kematian seperti yang terjadi di Swedia, dimana Krypton yang merupakan campuran antara kratom dan tramadol dijualbelikan secara ilegal dan dilaporkan menimbulkan kematian.
Legalitas di Indonesia
Mengenai legalitas di Indonesia, BNN RI juga telah menetapkan kratom sebagai NPS di Indonesia dan merekomendasikannya untuk dimasukkan ke dalam narkotika golongan I dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Menurut BNN, penggolongan ini didasarkan pada efek kratom yang berpotensi menimbulkan ketergantungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan.
BPOM RI juga memiliki aturan sendiri dalam menangani kratom. Melalui Surat Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, daun kratom disebutkan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan.
BPOM juga melarang tanaman kratom digunakan dalam obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.