TopCareer.id – Pengguna Telegram harus makin waspada terhadap kejahatan siber. Pasalnya, perusahaan keamanan siber Kaspersky mencatat peningkatan penjahat dunia maya di platform chatting ini.
Temuan tim Kaspersky Digital Footprint Intelligence, penjahat dunia maya semakin banyak menggunakan Telegram sebagai platform untuk aktivitas pasar bawah tanah.
Kaspersky menyebut, banyak penjahat siber yang secara aktif mengoperasikan saluran dan grup Telegram, yang khusus mendiskusikan skema penipuan, distribusi data bocor, dan memperdagangkan layanan kriminal seperti pencairan dana, pemalsuan dokumen, layanan serangan DDoS, dan lain-lain.
Menurut data Digital Footprint Intelligence Kaspersky, volume unggahan semacam itu melonjak sebesar 53 persen pada Mei-Juni 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Awas, Ada Phishing Berkedok BSSN Usai Heboh Ransomware
Analis Kaspersky Digital Footprint Intelligence Alexei Bannikov melalui siaran persnya, ditulis Rabu (3/7/2024) mengatakan, meningkatnya minat penjahat siber terhadap Telegram didorong oleh beberapa faktor.
Pertama, kata Alexei, aplikasi ini punya jumlah pemakai yang besar dengan 900 juta pengguna per bulan, menurut CEO Telegram Pavel Durov.
Kedua, platform ini dipasarkan sebagai messenger yang paling aman dan independen, serta tidak mengumpulkan data pengguna. Inilah yang membuat pelaku kejahatan siber merasa aman.
“Selain itu, menemukan atau membuat komunitas di Telegram relatif mudah, dan dikombinasikan dengan faktor-faktor lain, memungkinkan berbagai saluran, termasuk saluran penjahat dunia maya, untuk mengumpulkan audiens dengan cepat,” imbuh Alexei.
Telegram Lebih Mudah Digunakan Penjahat Siber
Penjahat dunia maya yang beroperasi di Telegram juga umumnya menunjukkan kecanggihan dan keahlian teknis yang lebih rendah, dibandingkan mereka yang ada di forum dark web yang lebih terbatas dan terspesialisasi.
Hambatan buat masuk komunitas bayangan di Telegram rendah, membuat penjahat siber cukup membuat akun dan berlangganan sumber yang dapat ditemukan, karena mereka sudah menjadi bagian dari komunitas tersebut.
Telegram juga dianggap tidak memiliki sistem reputasi yang serupa dengan yang ada di forum dark web, sehingga banyak
penipu di dunia kriminal siber Telegram cenderung menipu sesama anggota komunitasnya.
Alexei menambahkan, ada tren di mana Telegram menjadi platform tempat para peretas (hacker) membuat pernyataan dan mengekspresikan pandangan mereka.
“Karena basis penggunanya yang luas dan distribusi konten yang cepat melalui saluran Telegram, para peretas menganggap platform ini sebagai alat yang mudah digunakan untuk memicu serangan DDoS dan metode merusak lainnya terhadap infrastruktur yang ditargetkan,” ujarnya.
Selain itu, para penjahat siber di Telegram dapat melepaskan data curian dari organisasi yang diserang ke domain publik menggunakan saluran bayangan.