Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

Survei: 64% Perusahaan di Asia Terdampak Serangan Siber

Ilustrasi keamanan siber atau serangan ransomware.

Topcareer.id – Menurut laporan The State of Cyber Resilience yang dirilis Marsh, perusahaan broker asuransi dan pengelolaan risiko terkemuka di dunia, bersama Microsoft Corp., tiga dari lima perusahaan (64%) respondens survey di Asia, mengaku telah mengalami dampak dari serangan siber.

Masih berdasarkan laporan tersebut, di Asia, sebanyak 7 dari 10 perusahaan merasa yakin akan keamanan dan ketahanan siber mereka di tengah derasnya arus transformasi digital, meningkatnya jumlah serangan siber, serta maraknya beragam bentuk ancaman di dunia maya.

Selain itu, dari beragam bentuk ancaman siber yang ada, terdapat 7 dari 10 responden (68%) yang menyebutkan bahwa pelanggaran privasi merupakan sumber kekhawatiran utama yang mereka hadapi, diikuti dengan serangan virus ransomware (58%).

Namun, hampir separuh (48%) dari mereka mengakui bahwa masih ada ruang untuk pengembangan dan perbaikan dalam hal cyber hygiene dalam pengelolaan risiko-risiko siber.

Baca juga: Satu Lagi Korban Blackout Challenge Meninggal Dunia, Begini Kisahnya!

Tren yang sama juga muncul di Indonesia. Di tahun 2021, terdapat 1,65 miliar anomali lalu lintas siber yang terdeteksi secara lokal. Hal tersebut menunjukkan bahwa serangan siber dapat terjadi di seluruh dunia dan akan terus mendisrupsi keberlangsungan bisnis.

Di antara semua serangan siber yang terjadi, serangan virus ransomware merupakan yang paling banyak ditemui di Indonesia dan telah terhitung atas hampir setengah dari total serangan ransomware yang terjadi seluruh Asia Tenggara.

“Ini mengkhawatirkan mengetahui bahwa 1 dari 3 organisasi di Asia tidak memiliki perangkat pendeteksi endpoint yang mana akan membahayakan potensi insurabilitas organisasi tersebut,” kata Head of Cyber Advisory Asia Pacific, Marsh Advisory, Faizal Janif dalam siaran pers, Senin (8/8/2022).

“Oleh karena itu, organisasi harus memberikan perhatian lebih pada upaya pengendalian untuk membantu memitigasi risiko siber terhadap oganisasi,” tambahnya.

Laporan The State of Cyber Resilience itu mensurvei sebanyak 660 pengambil kebijakan risiko siber di seluruh dunia dan menganalisa persepsi terhadap risiko siber dari berbagai fungsi dan jabatan di organisasi-organisasi terkemuka, termasuk TI dan keamanan siber, manajemen risiko dan asuransi, keuangan, serta petinggi eksekutif.

Leave a Reply