TopCareerID

Anjloknya Kelas Menengah Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Ilustrasi Bank Indonesia fasilitasi penukaran uang Lebaran melalui Kas Keliling - uang (Athalla/Topcareer.id)

Ilustrasi upah buruh (Athalla/Topcareer.id)

TopCareer.id – Menurunnya kelas menengah di Indonesia jadi sorotan. Pakar pun mengungkapkan adanya ancaman berupa melambatnya pertumbuhan ekonomi, jika hal ini dibiarkan terus terjadi.

Pakar Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo mengatakan, Faktor utama yang mempengaruhi penurunan ini adalah pandemi COVID-19.

Dia berpendapat, COVID-19 telah melumpuhkan sejumlah sektor, terutama sektor perdagangan internasional.

Baca Juga: Kelas Menengah Dibiarkan Menurun, Ekonom Ngeri Terjadi Revolusi

Penurunan permintaan global ini memaksa perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau memotong jam kerja, yang berdampak langsung pada pendapatan karyawan.

Hal ini berakibat pada menurunnya daya saing perusahaan lokal, karena persaingan dengan negara lain lebih kompetitif.

“Selain itu, pola konsumsi yang meningkat, terutama akses mudah ke pinjaman online, judi online, dan produk gaya hidup murah, semakin memperparah kondisi ini,” kata Rossanto, dikutip dari laman resmi UNAIR, Selasa (17/9/2024).

Ia menjelaskan, ekonomi Indonesia sangat bergantung pada konsumsi, dengan sekitar 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) disumbangkan sektor ini.

Sehingga, menurunnya daya konsumsi kelas menengah juga akan berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi.

“Konsumsi adalah bantalan perekonomian kita. Jika kelas menengah terus menurun, pertumbuhan ekonomi akan melambat,” kata Rossanto.

Baca Juga: INDEF Minta Pemerintahan Baru Tunda Kebijakan yang Bebani Kelas Menengah

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi deflasi selama empat bulan berturut-turut, dari Mei hingga Agustus, sepanjang 2024.

Meski deflasi biasanya dianggap positif karena menunjukkan penurunan harga, kata Rossanto, dalam konteks ini, jadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

“Selama 20 tahun terakhir, Indonesia tidak pernah mengalami deflasi berturut-turut. Ini tanda daya beli masyarakat melemah, dan kita harus waspada,” ujarnya.

Sektor UMKM Juga Terdampak

Anjloknya kelas menengah juga akan berdampak langsung pada sektor perdagangan. Menurut Rossanti, hal ini karena terjadi perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok.

Perang dagang membuat Tiongkok mencari pasar baru, salah satunya Indonesia.

“Hal ini tentunya memukul daya saing produk lokal, Akibatnya, banyak pedagang lokal yang harus mengurangi jumlah karyawan, yang kemudian berdampak pada penurunan pendapatan masyarakat,” Rossanto menjelaskan.

Tak hanya perusahaan besar, sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pun dinilai menghadapi tantangan serupa.

Menurut Rossanto, banyak orang yang terpaksa bekerja di sektor informal atau membuka usaha kecil seperti UMKM. Namun, persaingan di sini juga sangat ketat.

“Pendapatan yang diperoleh sering kali jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR), sehingga banyak yang berisiko turun kelas,” ungkapnya.

Baca Juga: Seretnya Lapangan Kerja Formal Bikin Angka Kelas Menengah Anjlok

Rossanto pun menyarankan agar pemerintah mengambil langkah melalui kebijakan moneter dan fiskal.

Menurutnya, Bank Indonesia dan OJK harus mendukung lebih banyak masyarakat untuk membuka lapangan kerja, bukan sekadar mencari kerja.

“Kebijakan seperti pemberian subsidi bunga bagi UMKM sangat penting untuk mendorong munculnya usaha baru,” kata Rossanto.

“Sementara dari sisi fiskal, subsidi bunga perumahan dan bantuan biaya pendidikan dapat menjadi solusi untuk menjaga kelas menengah agar tidak terpuruk,” pungkasnya.

Exit mobile version