TopCareerID

Aturan Kemasan Rokok Polos Dinilai Bakal Berimbas ke Pekerja

Ilustrasi rokok. (Pexels)

Ilustrasi rokok. (Pexels)

TopCareer.id – Aturan pemerintah yang akan memperketat penjualan hingga mengatur kemasan rokok polos, dinilai bakal berdampak pada pekerja di industri tersebut.

Sebelumnya, pemerintah sudah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 atau PP Kesehatan.

Kemudian, tengah disusun juga Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, sebagai aturan turunan PP Kesehatan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, terdampaknya sisi ekonomi industri akibat aturan tersebut, juga dapat berimbas pada tenaga kerja.

Baca Juga: Penjualan Rokok Eceran Dilarang, Tuai Pro Kontra

“Kalau omset turun perusahaan mau tidak mau akan melakukan penyesuaian,” kata Tauhid, dalam diskusi beberapa waktu lalu, dikutip dari YouTube INDEF, Jumat (27/9/2024).

“Apakah modelnya penurunan upah, pengaturan jam kerja, penurunan status, ataupun yang tidak kita inginkan adalah PHK, itu pasti kemungkinan bisa saja terjadi,” ujarnya.

Dalam simulasi yang dilakukan, skenario aturan kemasan polos dapat berdampak pada penurunan permintaan produk legal hingga 42,09 persen, serta peralihan ke rokok ilegal.

“Ini akan memiliki potensi kurang lebih hampir 1,22 juta pekerja terdampak dari seluruh sektor. Bukan hanya IHT (Industri Hasil Tembakau) tapi juga sektor-sektor lainnya terdampak,” kata Tauhid.

Sementara, larangan berjualan 200 meter dari satuan pendidikan formal, dalam presentasi Tauhid, akan berdampak pada 33,08 persen dari total ritel. Ini akan berdampak pada 734.799 pekerja.

“Bisa saja penurunan penerimaan mereka ataupun juga yang terburuk mereka tidak dapat mencari nafkah lagi karena dilarang berjualan,” kata Tauhid.

Baca Juga: Demi Kesehatan, Ini 8 Tips Berhenti Merokok Secara Bertahap

Untuk pembatasan iklan rokok, disebut akan menurunkan permintaan jasa periklanan hingga 13 persen. “Meskipun kecil, 337 ribu (pekerja terdampak), tapi itu termasuk yang juga terpapar oleh kebijakan ini,” kata Tauhid.

“Kalau kita lihat total angka 2,29 juta itu lebih tinggi dibandingkan penyerapan tenaga kerja dan investasi yang kita tanam dalam satu tahun terakhir,” imbuhnya.

Dalam pemaparannya, Tauhid mencatat apabila tiga skenario dijalankan, ada potensi 2,3 juta orang yang pekerjaannya terdampak, atau 1,6 persen dari total penduduk bekerja.

Di kesempatan yang sama, INDEF juga memaparkan dampak ekonomi dan penerimaan pajak yang hilang, apabila tiga aturan yang sama diberlakukan.

Baca Juga: Kemenkes: Jumlah Perokok Anak Terus Meningkat

Tauhid menyebut, jika tiga aturan diterapkan, dampak ekonomi yang hilang bakal setara Rp 308 triliun (1,5 persen dari Produk Domestik Bruto/PDB), dan Rp 106 triliun (7 persen) dari total penerimaan pajak akan hilang.

INDEF pun merekomendasikan pemerintah melakukan revisi PP 28 tahun 2024 dan membatalkan RPMK, khususnya pada pasal-pasal yang akan berdampak pada penerimaan dan perekonomian negara.

Tauhid juga meminta pemerintah mendorong dialog antar kementerian dan lembaga yang berkepentingan dengan industri ini.

Rekomendasi lainnya adalah pemerintah perlu mencari sumber alternatif penerimaan negara yang hilang, serta menyiapkan lapangan pekerjaan baru bagi tenaga kerja yang terdampak.

Exit mobile version