TopCareer.id – Data terbaru LinkedIn mengungkapkan bahwa 10 persen profesional yang direkrut di 2024, menduduki jabatan-jabatan yang tak ada di tahun 2000.
Beberapa jabatan yang eksis saat ini namun tidak ada di 2000 termasuk Sustainability Manager, AI Engineer, Data Scientist, Social Media Manager, dan Customer Success Manager, yang makin populer di dunia dan Indonesia.
Menurut data Work Change Snapshot LinkedIn, adanya jabatan-jabatan baru ini karena tempat kerja modern saat ini jauh berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu.
Perubahan ini karena perusahaan mempertimbangkan kembali kebijakan bekerja secara remote seperti saat pandemi, munculnya teknologi-teknologi baru, atau meningkatnya perhatian masyarakat terhadap keberlanjutan. Transformasi ini diperkirakan akan melaju semakin cepat.
Studi LinkedIn pada lebih dari 5.000 pemimpin bisnis di dunia mendapati 8 dari 10 eksekutif di Asia Pasifik melihat laju perubahan di tempat kerja semakin cepat, seiring meningkatnya permintaan akan sejumlah peran, skills, dan teknologi baru.
Baca Juga: Tarik Minat Pekerja Gen Z, Perusahaan Bisa Lakukan Ini
Data LinkedIn juga menunjukkan skill atau kemampuan yang dibutuhkan untuk sejumlah pekerjaan di Indonesia, telah berubah 50 persen sejak 2016.
Kehadiran kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) mempercepat tren tersebut, dengan skill untuk pekerjaan yang sama diperkirakan akan berubah 70 persen pada 2030.
Pemimpin bisnis di Asia Pasifik juga mengakui potensi transformatif dari AI generatif, dengan 8 dari 10 responden mampu menyatakan satu cara bagaimana teknologi ini bermanfaat bagi tim mereka.
Pada 2025, 7 dari 10 eksekutif di Asia Pasifik berencana memprioritaskan teknologi dan alat bantu AI, menandakan momentum di kawasan tersebut dalam mempercepat adopsi.
Rohit Kalsy, Indonesia Country Lead, LinkedIn mengatakan, AI membawa transformasi luar biasa di tempat kerja. Ia menyebut, hampir dua per tiga (67 persen) profesional di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, merasa kewalahan dengan cepatnya perubahan pekerjaan mereka.
Baca Juga: Profesional Sulit Belajar Skill Baru, ‘Loud Learning’ Jadi Solusi Penting
Rohit juga mengungkap, lebih dari setengah responden mengatakan bahwa kemampuan menggunakan alat bantu AI dengan nyaman menentukan perkembangan karier mereka.
“Laju perubahan ini mungkin terlihat menakutkan, tetapi kita harus tetap optimis, terlebih karena perusahaan di Indonesia mengambil pendekatan proaktif dengan fokus yang jelas untuk mengadopsi teknologi AI pada 2025,” kata Rohit.
“Selain itu, mereka juga berinvestasi untuk upskilling dan reskilling karyawan,” imbuhnya.
Rohit menegaskan, mengadopsi AI bukan hanya untuk tetap kompetitif, tetapi juga membuka jalan untuk pertumbuhan dan inovasi, serta membina tim yang gesit dan berdaya.
Manfaat penggunaan AI pun lebih dari sekadar meningkatkan produktivitas. Profesional yang mahir menggunakan AI generatif kemungkinan lima kali lebih besar untuk mengembangkan soft skills seperti ide-ide kreatif, pemikiran desain, dan kecerdasan emosional.
Semua kemampuan tersebut merupakan kualitas kunci dalam mendorong kesuksesan di tempat kerja yang kompetitif saat ini.