TopCareerID

Prabowo Hapus Utang Petani dan Nelayan, Pakar Ekonomi Ingatkan Ini

Ilustrasi petani-pekerja pertanian

Ilustrasi petani-pekerja pertanian. (pexels)

TopCareer.id – Presiden Prabowo Subianto resmi menghapus utang petani, nelayan, serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Meski dilihat sebagai kebijakan populis yang menargetkan sektor akar rumput di tengah pelemahan ekonomi, namun pakar sudah memberikan beberapa catatan terkait kebijakan ini.

Beberapa waktu lalu, Arin Setyowati, pakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya mengatakan, meski gagasan ini dinilai untuk membantu sektor produktif dari perspektif ekonomi, ada implikasi kompleks yang perlu diperhatikan.

Baca Juga: Prabowo Resmi Hapus Piutang Macet Pertanian, Perikanan, dan UMKM

“Kebijakan tersebut memberikan dampak positif dalam pemulihan sektor akar rumput melalui pengurangan beban keuangan dan mendorong aktivitas ekonomi, mengingat bahwa dengan terbebasnya mereka dari kewajiban membayar cicilan, mereka bisa meningkatkan produktifitas akibat lemahnya kondisi ekonomi,” kata Arin.

Selain itu, ada peningkatan konsumsi dan permintaan domestik karena kebijakan tersebut berkontribusi besar pada PDB (Produk Domestik Bruto) dan penyerapan tenaga kerja, karena meningkatnya konsumsi rumah tangga dan permintaan domestik.

“Hal terpenting lagi adalah kebijakan ini mengurangi risiko gagal bayar (risiko kredit macet/NPL), mengingat bahwa petani, nelayan dan UMKM rentan mengalani kesulitan dalam membayar utang,” ujar Arin, mengutip laman resmi UM Surabaya, Kamis (7/11/2024).

“Sehingga kebijakan penghapusan tersebut akan mencegah non-performing loans (NPL) yang membebani perbankan,” imbuhnya.

Baca Juga: Laporan: UMKM Asia Tenggara Andalkan Modal Bisnis dari Tabungan dan Teman

Namun, perlu ada pertimbangan soal risiko ekonomi yang harus disikapi. Arin mengatakan, ada potensi terjadinya moral hazard berupa ketergantungan pada bantuan pemerintah, memberikan tekanan terhadap perbankan dan stabilitas keuangan hingga beban fiskal pemerintah.

Selain itu, terdapat risiko akses kredit di masa depan pada kelompok tersebut, hingga potensi kenaikan suku bunga kredit demi menutupi risiko yang lebih tinggi yang harus dicakup oleh perbankan.

Menyikapi risiko ini, pemerintah pun diminta menyeimbangkan antara dukungan langsung kepada sektor pertanian, kemaritiman, dan UMKM, serta menjaga stabilitas keuangan jangka panjang.

Alternatif Prioritas Kebijakan

Arin pun mengatakan, ada beberapa alternatif prioritas kebijakan yang lebih sistematis dan berkelanjutan, yang bisa dilakukan.

Pertama adalah restrukturisasi utang. Arin menyebut, dalam perbankan ada salah satu tahapan dalam manajemen risiko berupa restrukturisasi utang.

Ini berarti melakukan formulasi ulang atas akad kredit yang sudah dilakukan antara pihak bank dengan nasabah melalui tawaran perpanjangan tenor, penurunan bunga guna mengurangi beban nasabah yang berpotensi risiko gagal bayar tanpa harus menghapus utang sepenuhnya.

Baca Juga: Pertamina Bagikan Tips Pemasaran Digital Buat UMKM

Arin kemudian merekomendasikan pemberian subsidi dan asuransi kredit.

Kebijakan ini berupa pemberian subsidi bunga atau mendirikan skema asuransi kredit khusus untuk sektor pertanian, kemaritiman dan UMKM, guna mengurangi risiko kredit tanpa menekan sektor perbankan.

Ketiga adalah peningkatan akses pembiayaan alternatif berupa pembiayaan mikro dan fintech untuk mendukung modal kerja bagi sektor pertanian, kemaritiman dan UMKM melalui kebijakan insentif untuk lembaga keuangan non-bank.

“Terakhir dengan pemberdayaan dan penguatan ekosistem UMKM, melalui pelatihan, pendampingan usaha, dan peningkatan akses pasar, sehingga produktivitas sektor-sektor tersebut dapat meningkat tanpa perlu mengandalkan bantuan langsung berupa penghapusan utang,” pungkas Arin.

Exit mobile version