TopCareer.id – Pernahkah kamu mengambil cuti demi mengerjakan pekerjaanmu? Jika iya, ini disebut sebagai leavisme (leavism).
Istilah leavisme menggambarkan penggunaan waktu istirahat yang sudah dijatah seperti cuti tahunan atau izin cuti sakit, untuk bekerja dan mengejar ketertinggalan.
Tren ini pertama kali diidentifikasi oleh Cary Cooper dan rekan-rekannya di Manchester University pada tahun 2014.
Mereka mensurvei staf di kepolisian Inggris, selama PHK berkepanjangan, dan menemukan lebih dari sepertiga petugas mengambil cuti atau liburan saat mereka sakit.
Cooper pun sadar, bahwa mengambil cuti tahunan sebagai ganti cuti sakit merupakan bagian dari fenomena yang lebih luas, di mana liburan malah jadi waktu untuk bekerja.
Baca Juga: Gaet Tinder, Gushcloud Izinkan Pekerja Cuti Kencan
Studi lanjutan dari Chartered Institute of Personnel and Development pada 2018 menemukan, 72 responden telah mengamati leavisme dan 37 persen melaporkan melaporkan orang-orang mengambil cuti tahunan (ketimbang cuti sakit) saat mereka sakit.
Lalu, mengutip The Guardian, Rabu (12/11/2024) lebih dari 30 persen dari responden melaporkan, orang-orang mengambil cuti untuk mengejar ketertinggalan dalam pekerjaan.
Cooper pun berpendapat, karyawan mengambil cuti untuk bekerja karena tempat kerja menjadi semakin kompetitif dan karyawan terbebani. Bekerja saat liburan pun membantu orang untuk tetap bertahan.
Alasan lain adalah kehadiran teknologi. Sebagai contoh, keberadaan smartphone atau email mengikat kita pada apa yang terjadi di kantor, sekalipun tidak sedang bekerja.
Bahkan, pandemi juga membuat leavisme jadi lebih sering, dengan kerja dari rumah yang lebih umum daripada sebelumnya, serta mudahnya menjangkau laptop dan pekerjaan dari mana saja.
Baca Juga: Tips & Etika ‘Work From Cafe’ Biar Tak Ganggu Orang Lain
Penelitian CIPD pada 2021 menemukan bahwa tujuh dari sepuluh (70 persen) pengusaha telah mengamati beberapa bentuk ‘leavisme’ dalam 12 bulan terakhir.
Apabila masalah tersebut tidak terselesaikan, hal itu bisa berdampak buruk pada kebahagiaan dan produktivitas di tempat kerja.
Tekanan yang terus menerus saat bekerja berlebihan pun bisa menyebabkan menurunnya produktivitas, atau masalah yang lebih kompleks seperti stres dan depresi.
Yang Harus Dilakukan Pemberi Kerja Buat Atasi Leavisme
Mengingat bahaya leavisme pada pekerja juga bisa berdampak pada pengusaha, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemberi kerja untuk mengatasinya:
- Pertemuan 1-2-1
1-2-1 Meeting atau pertemuan antara dua orang yang biasanya dilakukan manajer dan karyawan, bisa jadi cara untuk mendiskusikan masalah leavisme. Manajer harus berdiskusi secara terbuka dan jujur tentang masalah ini.
Ini juga akan membantu keduanya mengenali tanda-tanda awal leavisme, sehingga pemberi kerja dapat turun tangan dan menawarkan dukungan yang tepat bagi staf, sebelum masalah ini berdampak lebih parah.
- Redistribusi pekerjaan
Setelah pemberi kerja mengidentifikasi pekerja yang sering membawa pulang pekerjaannya, saatnya untuk menganalisa beban kerja, dan bagaimana staf Anda mengatasinya.
Membahas daftar tugas individu dan membagi ulang beban kerja yang sesuai dapat meringankan tekanan pada karyawan yang sedang berjuang.
Penting bagi karyawan untuk merasa mereka bisa terbuka ketika merasa beban kerjanya terlalu banyak dan mendapatkan hasil yang positif darinya, alih-alih merasa harus bekerja lembur.
- Cakupan cuti tahunan
Karyawan sering khawatir untuk mengambil cuti tahunan, karena tekanan untuk memenuhi deadline saat mereka pergi dan potensi beban kerja saat mereka kembali.
Menerapkan prosedur di mana beban kerja dan tanggung jawab lain dialokasikan ke anggota staf yang lain selama cuti tahunan jika memungkinkan, dapat membantu menghilangkan tekanan.
- Menjaga kesehatan dan kesejahteraan karyawan
Masalah seperti leavisme terjadi saat kesehatan dan kesejahteraan karyawan tidak diperhatikan dengan baik. Ini bisa dihindari dengan memastikan budaya perusahaan benar-benar menghargai kesejahteraan, yang mengarah pada karyawan yang lebih bahagia dan termotivasi.