TopCareerID

Obesitas Kerap Dianggap Bukan Penyakit, Kurang Spesialis Bikin Penanganan Sulit

Ilustrasi obesitas (Gambar dibuat dengan AI ChatGPT)

TopCareer.idObesitas masih sering dianggap bukan sebuah penyakit. Padahal, masalah kesehatan tersebut bisa berdampak pada kehidupan.

Dokter spesialis gizi klinik Tirta Prawita Sari mengatakan, obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan energi, yaitu energi yang masuk lebih besar dari yang keluar, dan terjadi dalam waktu lama.

Dalam Dialog Publik bertajuk “Melawan Obesitas Anak Mewujudkan Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas 2045” secara daring, ketidakseimbangan energi ini disebabkan oleh overeating, low energy expenditure, dan physical inactivity.

Baca Juga: Begini Pola Hidup Sehat dari Kemenkes yang Bisa Cegah Obesitas

Tirta pun menegaskan, penting bagi seseorang membaca informasi nilai gizi pada sebuah produk makanan, untuk menghindari konsumsi gula berlebih.

“Konsumsi jus buah harus dibatasi karena bisa tinggi gula. Pemantauan status gizi anak sangat penting untuk mengetahui risiko obesitas,” kata Tirta, seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (16/11/2024).

Selain itu, menerapkan pola makan yang baik dan aktivitas fisik dapat membantu mencegah obesitas.

Lebih lanjut, Tirta mengatakan obesitas seringkali dianggap bukan penyakit. Kurangnya spesialis dalam bidang ini juga membuat penanganannya sulit.

Minimnya edukasi dan pandangan masyarakat pun berdampak pada cara penanganan obesitas.

Baca Juga: Studi WHO: Kematian Akibat Hipertensi Didorong oleh Obesitas dan Kemiskinan

“Keterbatasan tenaga medis yang fokus pada obesitas mengakibatkan masalah kesehatan lain seperti diabetes tidak teratasi secara bersamaan. Hal ini memperburuk kondisi pasien yang mengalami obesitas,” kata Tirta.

Obesitas juga sering tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan, karena dianggap masalah kosmetik. Padahal, ini adalah salah satu diagnosis penyakit dan masalah kesehatan serius.

“Persolan yang dihadapi oleh pasien obesitas adalah ketika atas kesadaran sendiri pergi ke dokter untuk berkonsultasi atau terapi, asuransi kesehatan, bahkan BPJS Kesehatan pun tidak mau menanggung pembiayaannya,” Tirta berujar.

Obesitas Juga Intai Anak

Ia menambahkan, lingkungan yang tidak mendukung perilaku hidup sehat juga berkontribusi pada peningkatan masalah ini, terutama pada anak-anak yang terpapar pilihan makanan dan kurangnya aktivitas fisik.

Tirta menyebut, hampir 97 persen anak usia 5-19 tahun tidak mengonsumsi sayur dan buah dengan cukup. Ini berpotensi meningkatkan risiko obesitas dan masalah kesehatan lainnya.

“Minuman manis yang dijual dengan harga murah menarik perhatian anak-anak. Strategi pemasaran yang agresif mempengaruhi pilihan konsumsi mereka sehari-hari,” kata Tirta.

Kebijakan pemerintah terkait obesitas pun dinilai masih lemah. Dia mengatakan, negara lain telah menerapkan intervensi yang lebih efektif untuk mengurangi konsumsi gula pada kelompok anak.

Baca Juga: Obesitas Anak Tak Cuma Soal Kelebihan Berat Badan, Ortu Wajib Waspada

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam kesempatan yang sama menegaskan, perlindungan anak Indonesia mencakup berbagai aspek penting, termasuk kesehatan.

Sehingga, semua pihak termasuk pemerintah dan keluarga, memiliki tanggung jawab dalam menjaga hak-hak anak.

Jasra mengatakan, obesitas dan masalah gizi buruk menjadi isu krusial yang harus ditangani. Jika tidak, generasi masa depan Tanah Air akan kehilangan potensi dan kesehatannya.

Obesitas pada anak pun merupakan masalah serius yang butuh perhatian dari berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat.

“Jika tidak ditangani, obesitas dapat menghabiskan sumber daya negara dan mempengaruhi kesehatan anak-anak di masa depan,” kata Jasra.

Exit mobile version