TopCareer.id – Wacana penghapusan rute bus Transjakarta (TJ) koridor I rute Blok M-Kota saat MRT tahap 2 yang diperkirakan rampung pada 2027 dinilai tidak tepat.
Sebelumnya, wacana penghapusan Transjakarta Blok M-Kota muncul karena trayek tersebut bersinggungan dengan jalur MRT Lebak Bulus-Kota.
Ketua Institut Studi Transportasi Ki Darmaningtyas mengatakan wacana ini dibuat tanpa mengetahui kondisi lapangan, termasuk situasi pengguna MRT dan TJ.
“Ini jelas langkah yang tidak tepat, untuk tidak menyebut konyol. Kadishub dipastikan tidak tahu kondisi lapangan, termasuk kondisi pelanggan MRT dan Transjakarta (TJ),” kata Darmaningtyas, dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (23/12/2024).
Menurutnya, pernyataan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Lupito tidak akan akan ada apabila ia memahami kondisi atau karakter pelanggan kedua moda transportasi tersebut.
Dari aspek sosial ekonomi, Darmaningtyas mengatakan pelanggan MRT memiliki kelas sosial ekonomi yang lebih tinggi. Ia mencontohkan, lebih mudah menemukan pengguna TJ yang menenteng tas kresek atau kardus ketimbang di MRT.
“Begitu mereka dipaksa pindah ke MRT karena layanan TJ Koridor 1 dihapuskan, maka mereka akan pindah ke sepeda motor, dan ini jelas suatu kekonyolan yang tidak terampuni,” kata Darmaningtyas.
Baca Juga: Stasiun KRL Jakarta Kota Bakal Terintegrasi MRT
Dari segi tarif pun berbeda jauh. MRT lebih mahal karena berdasarkan jarak tempuh.
Sebagai contoh, MRT Lebak Bulus-Bundaran HI mencapai Rp 14 ribu, sementara menggunakan TJ hanya Rp 3.500. Meski di 2027 tarif bus dinaikkan menjadi Rp 5.000, ini masih lebih murah dibandingkan MRT Lebak Bulus-Kota yang mungkin bisa mencapai Rp 30 ribu.
“Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadi,” Darmaningtyas menjelaskan.
Darmaningtyas pun menegaskan, yang harus dipikirkan Dishub DKI bukan menghapus layanan TJ Koridor I, namun bagaimana memindahkan pengguna mobil pribadi ke angkutan umum khususnya MRT.
Menurutnya, lebih baik mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang sudah digodok dan dikaji lebih dari 15 tahun seperti tak boleh parkir di badan jalan, hingga harga BBM yang lebih mahal untuk kendaraan pribadi.
“Kalau menghapus layanan Koridor 1 jelas bukan kebijakan yang cerdas, dan bertentangan dengan Pembangunan MRT itu sendiri yang sejak diwacanakan untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi, bukan memindahkan pengguna angkutan umum lainnya,” ujarnya.
Darmaningtyas pun menyebut, setiap hari Koridor I bisa memfasilitasi 66 ribu orang pada hari kerja.
“Kalau 50 persen mereka kembali naik motor, karena tidak mampu naik MRT, maka itu akan nambah ruwet Kota Jakarta,” kata Darmaningtyas.
Baca Juga: Nama Telkomsel Kini Terpampang di Halte Transjakarta Widya Chandra
Alasan lain, pola perjalanan pengguna TJ berbeda dengan pelanggan MRT. Saat ini, ada pergeseran pengguna Koridor 1 bila dibandingkan dengan 21 tahun lalu, saat koridor ini pertama kali dioperasikan untuk rute Blok M-Kota.
“Saat itu sebagian pelanggan dari Blok M akan banyak naik dari Halte Ratu Plaza (Bunderan Senayan) sampai dengan Monas, dan akan banyak turun mulai dari Halte Dukuh Atas hingga Harmoni,” kata Darmaningtyas.
“Demikian pula pada saat jam sibuk sore hingga petang hari, pelanggan terbanyak mulai naik dari Halte Harmoni hingga Bunderan Senayan, dan turun di Blok M,” imbuhnya.
Saat ini, dengan pengembangan koridor termasuk Koridor 12 dan rute TJ, Koridor 1 telah menghubungkan layanan dengan Koridor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 12,13, dan layanan sejumlah rute non koridor.
Maka dari itu, Darmaningtyas mengatakan penghapusan layanan Koridor I adalah sebuah kesalahan yang amat fatal.
“Pernyataan Kadishub Syafrin Lupito yang menghapuskan layanan TJ Koridor 1 itu menjadi bukti bahwa Kadishub dan insan Dinas Perhubungan sendiri tidak pernah naik TJ, khususnya Koridor 1 sehingga staf-stafnya tidak dapat memberikan masukan yang sesuai realitas,” pungkasnya.