TopCareer.id – Sejumlah asosiasi jurnalis mengkritik dan menolak program rumah subsidi bagi wartawan dari pemerintah.
Penolakan ini disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), serta Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Mereka menilai, meski Menkomdigi Meutya Hafid mengklaim program ini bukan alat politik atau upaya meredam kritik, namun jurnalis mendapatkan keistimewaan atau jalur khusus untuk memperoleh program kredit rumah ini.
Menurut asosiasi, program ini tidak ada hubungannya dengan tugas pers atau jurnalistik.
Selain itu, memberikan jalur khusus bagi jurnalis untuk mendapatkan program rumah bersubsidi akan memberi kesan buruk pada profesi wartawan, seolah patut diistimewakan.
Sementara, golongan profesi lain harus memperebutkan program rumah bersubsidi ini lewat jalur normal.
“Subsidi rumah mestinya bukan berdasarkan profesi tapi untuk warga yang membutuhkan dengan kategori penghasilan, apapun profesinya,” kata Reno Esnir, Ketua Umum PFI, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (17/4/2025).
Baca Juga: Pemerintah Bakal Sediakan Rumah Subsidi Bagi Wartawan
Nany Afrida, Ketua Umum AJI mengatakan, jika jurnalis mendapatkan rumah subsidi dari Kementerian Komunikasi dan Digital, akan muncul kesan publik bahwa jurnalis sudah tidak kritis lagi.
“Maka sebaiknya program ini dihentikan saja, biarlah teman-teman mendapatkan kredit lewat jalur normal seperti lewat Tapera atau bank,” ujarnya.
Ia mengatakan, jurnalis sebagai warga negara memang membutuhkan rumah. Namun tak cuma wartawan, semua warga negara apapun profesinya membutuhkan rumah.
Maka dari itu, persyaratan kredit rumah harusnya berlaku untuk semua warga negara, tanpa membedakan profesinya.
“Pemerintah mesti fokus bagaimana persyaratan kredit rumah terjangkau semua lapisan masyarakat,” kata Ketua Umum IJTI, Herik Kurniawan.
Baca Juga: DPR: Profesi Wartawan Harus Dapat Perlindungan Hukum
“IJTI mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas perhatian kepada jurnalis, tapi berharap pemerintah bisa membantu pers dengan berbagai regulasi yang bisa membangun ekosistem media dengan baik,” imbuhnya.
Herik menambahkan, Dewan Pers juga tidak perlu terlibat dalam program tersebut, mengingat mandatnya adalah untuk fokus pada jurnalistik.
“Tidak perlu ada campur tangan Dewan Pers. Karena bukan mandat Dewan Pers untuk mengurusi perumahan,” kata Herik.
Karena itu, AJI, IJTI, dan PFI menolak rencana program pemerintah memberikan kredit rumah bersubsidi bagi jurnalis.Menurut mereka, sebaiknya para jurnalis memperoleh program kredit rumah bersubsidi lewat jalur normal, bersama warga negara lainnya.
Selain itu, rumah merupakan kebutuhan pokok yang jadi tanggung jawab negara untuk dipenuhi. Pemerintah pun disarankan fokus pada pengadaan rumah yang terjangkau oleh warga, serta memastikan target tiga juta rumah terpenuhi.
Baca Juga: AJI Jakarta dan LBH Pers Desak Polisi Usut Tuntas Teror ke Jurnalis Tempo
Nany mengatakan, jika pemerintah ingin memperbaiki kesejahteraan jurnalis, lebih baik untuk memastikan agar perusahaan pers menjalankan Undang-Undang Tenaga Kerja.
“Termasuk memastikan upah minimum jurnalis, memperbaiki ekosistem media dan menghormati kerja-kerja jurnalis,” kata Nany.
Jika jurnalis sudah mendapatkan upah yang layak, maka kredit rumah dapat dipenuhi dengan mudah.
Selain itu, yang lebih penting adalah menjamin keamanan dan kebebasan jurnalis saat peliputan. Karena itu sebaiknya program pemerintah adalah fokus pada jaminan keamanan saat jurnalis meliput.
“Jurnalis termasuk fotografer, membutuhkan jaminan kebebasan dan keamanan ketika melakukan liputan,” pungkas Reno menambahkan.
Sebelumnya, pemerintah melalui kerja sama Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berencana menyalurkan 1.000 rumah subsidi dan layak huni untuk jurnalis mulai 6 Mei 2025.
Program ini merupakan kerja sama Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Komdigi, BPS, Tapera dan BTN, dengan menggunakan skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).