TopCareerID

Terancam Digeser AI, Banyak Gen Z Merasa Gelar Kuliah Terbuang Sia-Sia

Ilustrasi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. (Pexels)

Ilustrasi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. (Pexels)

TopCareer.id – Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) membuat banyak Gen Z merasa bahwa gelar kuliah sudah tidak relevan lagi.

Menurut para responden dalam laporan Indeed terbaru, hampir dari setengah Gen Z merasa kemunculan AI generatif seperti ChatGPT membuat mereka merasa bertanya-tanya untuk apa repot-repot belajar dari dulu.

Dalam laporan tersebut, seperti dikutip dari New York Post, Senin (28/4/2025), mereka merasa bahwa belajar hanya buang-buang waktu dan uang.

Selain itu, 49 persen pekerja Gen Z menganggap gelar pendidikan tinggi mereka terbuang sia-sia dan kehilangan nilai di pasar kerja, akibat adanya AI.

Jika dibandingkan berdasarkan laporan CIO Dive, hanya sekitar sepertiga dari generasi milenial yang merasakan hal yang sama, dan hanya satu dari lima generasi boomer yang mengalami penyesalan serupa.

Baca Juga: Survei Samsung: 9 dari 10 Anak Muda Sudah Pakai AI Buat Aktivitas Sehari-hari

Pesatnya adopsi AI dalam perusahaan lebih cepat daripada dibayangkan. Pekerja muda, terutama lulusan baru, menjadi yang paling merasa tertekan akibat perubahan ini.

Laporan baru Indeed ini dilakukan oleh Harris Poll berdasarkan tanggapan 772 pekerja dan pencari kerja di Amerika Serikat (AS), dengan setidaknya gelar associate.

Laporan tersebut pun mengungkapkan adanya kesenjangan generasi dalam pandangan soal karier. Anak-anak muda jauh lebih merasa kehadiran AI membuat keterampilan dan pendidikannya kurang berguna.

Kondisi ini diperparah dengan semakin banyaknya lowongan kerja yang tidak mensyaratkan gelar sarjana, namun mencari orang dengan keterampilan praktis, terutama yang bisa bekerja dengan teknologi baru.

“Setiap pekerjaan yang saat ini diposting di papan pekerjaan Indeed kemungkinan akan mengalami beberapa tingkat paparan terhadap AI generatif dan perubahan yang diwakilinya,” kata Linsey Fagan, Senior Talent Strategy Advisor, Indeed.

Baca Juga: AI hingga Adaptasi, LinkedIn Ungkap 15 Skill yang Kini Tumbuh Pesat

Para pemberi kerja saat ini juga dirasa tak mencari orang-orang dengan CV atau resume yang mentereng, melainkan mereka yang tahu cara bekerja dengan mesin.

Fagan pun mengatakan, agar organisasi berhasil dengan AI, setiap karyawan perlu memiliki pemahaman dasar tentang kecerdasan buatan dan bagaimana perusahaan menggunakannya.

“Para pemimpin memainkan peran penting dalam perubahan ini dengan menilai tim mereka, mendengarkan kebutuhan masing-masing, dan mendukung perkembangan mereka,” imbuhnya.

AI juga tak hanya mengubah cara kerja orang, tapi juga mempengaruhi tugas, gaji, bahkan siapa yang bisa diterima kerja.

“Untuk membuka potensi AI, perusahaan perlu berinvestasi dalam pengembangan karyawan mereka,” kata Fagan. “Mereka perlu menawarkan pelatihan dan kesempatan nyata untuk mencoba teknologi baru.”

Exit mobile version