Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Tren

PHK, Eksploitasi Gen Z, dan AI Jadi Sorotan di Hari Buruh 2025

Demo buruh menolak Tapera pada Kamis (6/6/2024). (TopCareer.id/Giovani Dio Prasasti)

TopCareer.id – Eksploitasi Gen Z hingga praktik magang tak adil jadi salah satu disorot Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) dalam peringatan Hari Buruh atau May Day 1 Mei 2025.

Selain itu, pada momen Hari Buruh 2025, Aspirasi juga menyoroti soal maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Presiden Aspirasi Mirah Sumirat dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pekerja bukan sekadar objek pembangunan, tapi subjek yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

“Oleh karena itu, hak-hak pekerja harus dilindungi dan di Jamin secara adil,” ujarnya, ditulis Kamis (1/5/2025).

Di momen Hari Buruh 2025 sendiri, ada 11 tuntutan yang disuarakan oleh Aspirasi kepada pemerintah:

  • Undang-Undang Ketenagakerjaan baru yang memenuhi tuntutan zaman

Pemerintah dan DPR RI diharapkan membuat undang-undang baru yang berkualitas dan layak bagi pekerja atau buruh, tanpa mengabaikan kepentingan investor dan pengusaha.

Serikat pekerja atau buruh juga harus dilibatkan dalam pembahasan UU ketenagakerjaan yang baru, agar tidak terjadi penolakan seperti yang terjadi dalam UU Cipta Kerja (Omnibus Law).

Baca Juga: Prabowo Sambut Baik Usulan Satgas PHK, Minta Segera Dibentuk

Selain itu, waktu yang diberikan untuk merevisi UU ketenagakerjaan selama dua tahun juga bisa jadi kesempatan memasukkan pasal-pasal yang lebih sesuai dengan perubahan dunia industri.

Mirah mengatakan, perubahan ini mulai dari yang konvensional menjadi otomatisasi, digitalisasi, hingga robotisasi.

“Hal ini perlu karena undang-undang yang lama sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dunia industri yang sekarang, di mana pekerja gig ekonomi bisa terlindungi dalam undang-undang yang baru.”

  • Stop PHK, ciptakan lapangan kerja

PHK massal dinilai masih terjadi sejak 2020 hingga saat ini. Mirah juga menyebut beberapa pemangkasan di perusahaan besar seperti Sritex, Sanken, Yamaha Music, dll.

Pemerintah pun diminta menciptakan lapangan kerja baru, agar angkatan kerja, termasuk korban PHK, memiliki peluang bekerja kembali.

  • Kebebasan berserikat dan berunding

Aspirasi meminta agar tidak ada lagi pemberangusan serikat pekerja atau buruh, serta diberikan ruang dan waktu yang layak untuk melakukan perundingan mengenai upah, perjanjian kerja bersama (PKB), dan lainnya.

  • Wujudkan hubungan industrial Pancasila

Hubungan industrial yang harmonis, bermartabat, dan berkelanjutan hanya dapat tercipta bila perusahaan memiliki serikat pekerja dan menyusun PKB secara adil.

“Kalau ada perusahaan yang meiliki tagline atau moto menciptakan hubungan industrial yang harmonis tapi tidak ada serikat pekerjanya dan belum memiliki perjanjian kerja bersama (PKB) maka menjadi hal yang sia-sia slogan tersebut,” kata Mirah.

  • Cari solusi masalah ketenagakerjaan imbas adanya AI

Menurut Aspirasi, perubahan meuju otomatisasi, digitalisasi, dan penggunaan AI, banyak menyebabkan pekerjaan konvensional tergantikan. Apalagi, rata-rata angkatan kerja di Indonesia merupakan lulusan SD dan SMP.

“Segera dicarikan solusinya agar pekerja/buruh ini tidak terdampak karena terjadinya pergeseran industri yang  konvensional jadi digitalisasi, robotisasi, otomatisasi,” kata Mirah.

“Pemerintah harus melakukan skilling, upskilling dan reskiliing,” imbuhnya.

  • Hilangkan syarat yang memberatkan calon tenaga kerja

Aspirasi menilai masih banyak persyaratan “aneh” dalam rekrutmen tenaga kerja.

Menurut Mirah, banyak pekerja yang di-PHK berusia rata-rata 35-40 tahun dan masih produktif, namun tak bisa lagi masuk dunia kerja karena persyaratan usia yang lebih rendah, hingga syarat-syarat lainnya.

Kadang, ujarnya, banyak persyaratan yang tidak masuk akal dan tidak relevan dengan pekerjaan yang dituju.

  • Berikan kesempatan yang setara bagi penyandang disabilitas

Pemberian kesempatan kerja yang sama bagi penyandang disabilitas merupakan hak asasi manusia.

Ini termasuk hak mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan kemampuan dan keterampilan, tanpa adanya diskriminasi berdasarkan jenis disabilitas.

“Pemerintah dan perusahaan memiliki peran penting dalam mewujudkan kesempatan kerja yang inklusif bagi kaum difabel,” kata Mirah.

Baca Juga: Kritik Menperin, KSPN Sebut Serapan Tenaga Kerja Tak Sebanding Angka PHK

Kesempatan kerja bagi kaum disabilitas diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

UU ini mewajibkan pemerintah dan perusahaan swasta untuk memberikan kesempatan kerja, pelatihan, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa diskriminasi kepada penyandang disabilitas.

  • Kesejahteraan bagi pekerja kesehatan

Menurut Aspirasi, banyak pekerja kesehatan yang menerima upah di bawah upah minimum. Selain itu dari sisi aturan, masih banyak ditemukan ketidakjelasan soal jam kerja, hingga mutasi yang tidak adil.

“Untuk itu kami minta pekerja kesehatan secara hukum dapat dilindungi dengan baik karena jasa mereka juga tidak kalah penting bagi profesi yang lainnya,” kata Mirah.

  • Lakukan transisi yang adil

Menurut Mirah, transisi yang adil (just transition), menekankan bahwa transisi menuju ekonomi rendah karbon harus dilakukan secara adil dan inklusif, serta memastikan tidak ada yang tertinggal.

Ini berarti memperhatikan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari transisi tersebut, serta memastikan semua pihak yang terkena dampak mendapatkan dukungan dan kesempatan yang adil.

Pemerintah harus memastikan keselamatan, kesehatan kerja, dan hak-hak buruh tetap terjaga, serta tidak ada praktik eksploitasi.

  • Berikan hak-hak normatif bagi driver online, kurir, dan pekerja gig

Berikan aturan yang adil bagi mereka soal upah, jam kerja, jaminan sosial, serta perlindungan hukum yang maksimal seperti tidak adanya putus mitra tanpa pembelaan bagi driver.

Pemerintah juga diminta memperhatikan soal upah kurir, jam kerja yang tidak jelas, jaminan sosial yang tidak ada, serta status kerja yang bisa di-PHK sewaktu-waktu tanpa diberikan hak-hak yang sesuai aturan ketenagakerjaan.

  • Stop eksploitasi Gen Z

Aspirasi juga meminta praktik-praktik yang memanfaatkan Gen Z baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya. 

“Ini bisa meliputi praktik magang yang tidak adil, lingkungan kerja yang tidak sehat, atau tekanan untuk mengikuti tren yang tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka,” kata Mirah.

Pemerintah dan perusahaan harus memberikan perlindungan hukum, upah layak, dan ruang kerja yang mendukung potensi mereka.

Leave a Reply