TopCareer.id – Perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dinilai dapat menggantikan peran tenaga pendidik seperti guru atau dosen.
Apalagi, masyarakat semakin mudah mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan dengan bantuan AI.
Tuti Budirahayu, Guru Besar Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, perkembangan teknologi seperti AI adalah keniscayaan.
“Kita tidak bisa menghindar dari perkembangan teknologi dan informasi, tidak mungkin tidak menerima hal itu,” ujarnya, dikutip dari laman resmi Unair, Rabu (7/5/2025).
“Kita coba merangkul atau mengenal lebih dekat, dan sekaligus melihat kemungkinan untuk ikut mengembangkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya. Akan tetapi tidak meninggalkan jati diri kita sebagai manusia,” imbuhnya.
Tuti mengatakan, dalam konteks pendidikan, sudah seharusnya manusia yang memang memiliki kecerdasan dapat memanfaatkan AI sebatas sebagai alat.
Baca Juga: Terancam Digeser AI, Banyak Gen Z Merasa Gelar Kuliah Terbuang Sia-Sia
“Saya rasa kalau kita khawatir itu menggantikan peran kita sebagai guru dan dosen, menurut saya terlalu naif. Artinya kita sebagai manusia, kalau semua bergantung pada robot atau AI, maka jati diri kita akan hilang,” kata Tuti.
Dengan segala kecanggihannya, Tuti menilai bahwa AI tetap merupakan alat bantu. Manusia pun harus bisa mengontrol dan menggunakannya dengan bijaksana.
“AI dapat membantu menjadi semacam guidance. Kita yang kemudian mengembangkan menjadi suatu hal yang lebih berbobot atau lebih ada jiwanya,” ujarnya.
Di saat AI terus berkembang, pengajar atau pendidik juga sudah seharusnya terus belajar.
“Namanya manusia diberi kemampuan oleh Allah untuk segala hal. Saya rasa kita sebagai manusia harus terus berkembang, bukannya diam karena pakai AI,” ujar Tuti.
Menurutnya, pendidik harus terus mengembangkan diri dan belajar mencari dari berbagai sumber, serta berinteraksi dengan banyak orang.
Baca Juga: Pengetahuan AI Mulai Dipertimbangkan Saat Rekrutmen Karyawan
Dengan terus meningkatkan pengalaman, maka manusia akan semakin terasa kemampuan berpikirnya. Inilah yang menurutnya tidak akan dapat disamai oleh AI.
“Jadi yang perlu dimiliki adalah rasa curiosity untuk terus belajar dan mencari,” Tuti menegaskan.
Tuti pun yakin bahwa pengalaman yang dimiliki oleh para pendidik saat ini bisa menjadi filter atas berbagai akses informasi yang tertuju kepada mahasiswa atau murid.
“Kita sama-sama belajar. Kami yang lebih senior punya pengalaman. Teman-teman yang masih muda punya pengetahuan lebih. Itu kita kolaborasikan,” kata Tuti.
Pendidik dan pengajar pun diharapkan untuk terus meningkatkan kualitas dan tidak terlalu bergantung pada kecerdasan buatan.
“Itu jadi tantangan ya buat kita, artinya kita tidak bisa diam. Tidak bisa diam di sini kita harus terus berkembang juga, mau bagaimanapun juga jangan sampai kita yang bergantung dengan AI,” Tuti berujar.
“Karena sesuatu yang kita kerjakan kalau tidak ada sisi kemanusiannya, maka tidak akan berbobot,” pungkasnya.