TopCareer.id – Beras oplosan bikin heboh pemberitaan beberapa waktu lalu. Meski begitu, pakar dari IPB University mengungkapkan, ada beberapa ciri yang dapat dikenali secara kasat mata.
Menurut Tajuddin Bantacut, Pakar Teknologi Industri Pertanian IPB University, beras oplosan bisa dilihat dari warna yang tidak seragam, butiran yang berbeda ukuran, hingga tekstur nasi yang lembek setelah dimakan.
“Jika menemukan nasi yang berbeda dari biasanya seperti warna, bau (aroma), tekstur dan butiran maka dapat ‘dicurigai’ sebagai beras yang telah dioplos dalam arti terdapat kerusakan mutu atau keberadaan benda asing,” kata Tajuddin.
Di beberapa kasus, beras oplosan juga dicampur dengan bahan tambahan benda asing, termasuk zat pewarna atau pengawet berbahaya. Zat-zat inilah yang bisa membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi dalam jangka panjang.
Masyarakat pun diimbau apabila melihat beras yang dibeli terlihat tidak biasa, warnanya aneh, atau berbau. Selain itu, hindari membeli beras tanpa label atau sumber tak jelas.
Baca Juga: Pengangguran Melanda, Indonesia Emas Terancam Cuma Impian Belaka
“Cuci beras sebelum dimasak dan waspadai bila ada benda asing yang mengambang,” kata Tajuddin, dikutip dari ipb.ac.id, Rabu (16/7/2025).
Untuk durasi penyimpanan, idealnya beras hanya disimpan maksimal enam bulan agar kualitasnya tetap terjaga. Sebab, beras juga bisa mengalami kerusakan secara alami, terutama jika disimpan terlalu lama.
Menurutnya, meski beras sudah disimpan di tempat yang terkendali, kualitasnya tetap akan menurun akibat faktor lingkungan, hama, atau mikroorganisme.
“Beras yang rusak bisa dipoles ulang. Namun, jika kerusakannya sudah parah, baik secara fisik, kimiawi, maupun mikrobiologis, maka tidak layak untuk dikonsumsi,” Tajuddin menjelaskan.
“Terlebih apabila mengandung bahan kimia atau pengawet, bisa berbahaya untuk kesehatan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Tajuddin, ada tiga jenis beras yang dikaitkan oplosan dan beredar di masyarakat.
Baca Juga: Jumlah Petani di Indonesia Merosot, Ini Saran Pakar UGM
Pertama, beras campuran yang dicampur bahan lain seperti jagung. Jenis ini secara umum ditemukan di beberapa daerah. Kedua, beras “blended” atau campuran beberapa jenis beras untuk memperbaiki rasa dan tekstur.
Ketiga, beras yang dicampur dengan bahan tidak lazim atau sudah rusak, kemudian dikilapkan atau dipoles ulang agar tampak bagus kembali, padahal mutunya sudah menurun.
Masyarakat pun harus lebih cermat saat membeli beras dan waspada terhadap penipuan kualitas.
Selain itu, dibutuhkan edukasi yang lebih luas agar masyarakat memahami dampak kesehatan, dari konsumsi beras yang sudah rusak atau tercemat.
“Jika dikelola dengan baik, sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga pada distribusi dan konsumsi beras secara merata dan aman,” pungkas Tajuddin.