TopCareer.id – Pekerja kantoran dan mahasiswa yang masih produktif harus lebih waspada terhadap bahaya neuropati atau kerusakan pada saraf tepi (perifer).
Hal ini seperti disampaikan oleh Yeni Quinta Mondiani, ahli ilmu saraf dalam sebuah program siniar di youtube IPB TV beberapa waktu lalu.
“Neuropati didefinisikan sebagai kerusakan pada saraf,” kata dosen Fakultas Kedokteran IPB University ini, dikutip dari ipb.ac.id, Selasa (29/7/2025).
Masalah ini bisa berdampak serius apabila tidak dikenali sejak dini. Gangguan tersebut dapat menyebabkan penurunan fungsi tubuh, luka kronis, bahkan amputasi.
Yeni menjelaskan, saraf perifer terdiri atas saraf sensorik (perasa), motorik (penggerak), dan otonom (mengatur fungsi tubuh otomatis seperti detak jantung).
Baca Juga: Banyak Mager Bahaya, Pekerja Kantoran Wajib Rutin Aktivitas Fisik
Gejala neuropati sangat bergantung pada jenis saraf yang terdampak, meskipun umumnya diawali oleh gangguan pada saraf sensorik.
Pada saraf sensorik, ada dua gejala yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif meliputi sensasi yang tidak seharusnya ada, seperti rasa seperti digerayangi semut, ditusuk tajam, atau nyeri seperti terbakar.
Sementara, gejala negatif ditandai dengan hilangnya sensasi, misalnya mati rasa atau kebas.
Jika saraf motorik yang terganggu, gejalanya berupa kelemahan otot, seperti sulit menggenggam atau tidak bisa membuka botol.
Menurut Yeni, neuropati bukanlah satu penyakit tunggal, namun sindrom dengan berbagai penyebab,
Penyebab Neuropati Perifer
Yeni mengatakan, penyebab utama dari neuropati perifer adalah diabetes melitus, dengan perkembangan dari diabetes menuju neuropati sekitar tiga hingga lima tahun.
Faktor genetik juga bisa jadi salah satu penyebabnya, meski ini jarang terjadi.
Selain itu, beberapa faktor penyebab lain seperti efek samping obat-obatan (seperti antibiotik, obat jantung, atau kemoterapi) dan kekurangan vitamin (terutama B1, B6, B12, dan E).
Paparan zat beracun (logam berat, pestisida) dan cedera atau penekanan saraf seperti pada Carpal Tunnel Syndrome (CTS) akibat gerakan berulang atau mengetik terlalu lama, juga bisa menyebabkan neuropati.
Baca Juga: Obesitas Kerap Dianggap Bukan Penyakit, Kurang Spesialis Bikin Penanganan Sulit
Penyakit autoimun juga bisa menyebabkan neuropati, karena sistem imun menyerang sel saraf.
Saat ini, neuropati tak hanya menyerang lansia, tapi juga kelompok usia produktif. Apalagi, di tengah meningkatnya kasus diabetes pada usia muda.
“Sekarang banyak sekali kasus diabetes. Bahkan anak-anak umur 20 tahun, usia muda bisa terkena neuropati,” kata Yeni.
Mahasiswa dan pekerja kantoran yang terlalu lama menatap layar atau mengetik tanpa jeda juga berisiko karena tekanan pada saraf.
Cara Cegah Neuropati jadi Makin Parah
Karena itu, Yeni menegaskan apabila seseorang mengalami gejala kebas atau kesemutan mendadak, segeralah periksakan diri ke dokter.
“Kalau tidak ada faktor risiko, tiba-tiba muncul kebas atau kesemutan, harus hati-hati. Bisa jadi gejala stroke atau Guillain-Barré Syndrome,” ujarnya.
Sementara, bagi mereka yang sudah memiliki faktor risiko disarankan memeriksakan diri jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga pekan, walau sudah minum vitamin saraf.
Yeni juga menekankan pentingnya pencegahan dengan menerapkan pola hidup yang sehat.
Baca Juga: Apakah Aktivitas Berjalan Kamu Sudah Baik? Begini Cara Mengeceknya
“Yang pertama pasti nutrisi. Penggunaan alkohol jangka panjang dan merokok itu juga termasuk faktor risiko,” Yeni menegaskan.
Selain itu, jangan melakukan aktivitas yang sangat monoton dalam waktu lama, seperti mengetik lebih dari 30 hingga 60 menit tanpa jeda.
“Normalnya, kita perlu stretching untuk mata, pergelangan tangan, dan pinggang,” kata Yeni.
Jika tidak ditangani dengan baik, komplikasi neuropati bisa membuat kualitas hidup menurun, luka yang tidak terasa khususnya pada penderita diabetes, hingga infeksi parah yang berujung amputasi.
Kondisi ini juga bisa memicu gangguan psikologis seperti depresi. “Cegah neuropati sedari dini, jaga sarafmu, jaga kesehatanmu,” pungkas Yeni.