Topcareer.id – Wabah corona dan penyakit COVID-19 memukul perekonomian masyarakat Indonesia. Terutama golongan masyarakat rentan, yang mengandalkan pendapatan harian.
Imbas dari pemberlakuan social distancing membuat perusahaan meminta karyawan
bekerja dari rumah, sekolah ditutup, dan belakangan pusat keramaian seperti mal dan bioskop tutup. Mereka yang bekerja di sektor informal seperti tukang ojek online mengeluh sepi penumpang.
Pemerintah tak tinggal diam. Pemerintah memberi kompensasi bagi masyarakat rentan ini.
Namun, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) itu saja tak cukup. “YLKI mengusulkan agar struktur tarif listrik diturunkan, khususnya untuk golongan 900 VA, bahkan kalau perlu golongan 1.300 VA,” kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI dalam rilis yang diterima Topcareer.id, Kamis (26/3/2020).
Baca juga: Jurus Jokowi Agar Ekonomi Tetap Berputar Di Tengah Pandemi Corona
Saat ini struktur tarif berdasar keekonomiannya (non subsidi) berkisar Rp 1.352 per kWh. YLKI mengusulkan agar struktur tarif tersebut diturunkan minimal Rp 100 per kWh, selama 3-6 bulan ke depan, atau bergantung pada lamanya wabah.
“Apalagi harga minyak mentah di pasaran dunia saat ini sedang turun, sehingga momen untuk menurunkan tarif listrik tidak terlalu mengganggu Baya Pokok Penyediaan (BPP) listrik,” kata Tulus.
Diharapkan, penurunan struktur tarif listrik bisa mengurangi beban ekonomi masyarakat rentan yang terdampak akibat wabah virus corona.
Program bantuan pemerintah
Sejauh ini, tarif listrik tak termasuk dalam kompensasi dan insentif dalam program ekonomi pemerintah menangani masyarakat yang terdampak wabah corona.
Pemerintah menambahkan Rp 50.000 bagi para pemegang Kartu Sembako menjadi Rp 200.000 per keluarga selama 6 bulan.
Pemerintah juga mempercepat implementasi program Kartu Prakerja sebagai upaya mengantisipasi adanya pekerja harian yang mungkin kehilangan penghasilan maupun para pengusaha mikro dan kecil yang kehilangan pasar dan omzet.
Peserta Kartu Prakerja akan diberikan honor insentif Rp 1 juta per bulan selama 3-4 bulan. Lalu, pemerintah juga telah menangguhkan pembayaran PPH 21 yang selama ini dibayarkan sendiri oleh para pekerja. Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan relaksasi kredit dengan nilai di bawah Rp 10 miliar yang ditujukan untuk tujuan usaha. *