Topcareer.id – Apa yang terjadi di dalam otak seorang pelaku pedofilia atau ketertarikan seksual pada anak-anak ketika ia disuguhi film porno heteroseksual (laki-laki dan perempuan) dewasa? Jawabannya akan membawa kita untuk memahami perilaku seksual menyimpang itu.
Selama ini, pedofilia disebut sebagai penyakit jiwa yang berujung pada kejahatan seksual. Anak-anak belia dicabuli dan diperkosa. Namun kini ada harapan baru dari peneliti Yale University, AS, untuk penanganan pedofilia di masa mendatang.
Penelitian dilakukan dengan alat pemindai otak canggih, functional magnetic resonance imaging (fMRI). Dalam proses pemindaian, mereka menemukan, aktivitas hypothalamus–bagian otak yang terkait dengan pelepasan hormon bila seseorang terangsang secara seksual–orang-orang pedofilia ternyata lebih rendah ketimbang orang normal.
Hal itu terlihat ketika kepada mereka dipertontonkan adegan erotis film dewasa atau porno. Artinya, film porno tak membuat orang pedofilia terangsang. Ini yang membedakannya dengan orang normal ketika nonton film dewasa.
Baca juga: Benarkah Ada Keterkaitan antara Kekuasaan dan Kekerasan Seksual di Kantor?
Menurut jurnal Biological Psychiatry, hasil penelitian ini adalah bukti keras pertama tentang perbedaan pola pikiran kelompok pedofilia dengan yang normal.
Pertanyaan orang awam kemudian, apakah bila suatu saat kita menemukan seseorang tak terangsang ketika nonton film dewasa maka patut kita curigai orang tersebut pelaku atau punya kecenderungan pedofilia?
Menurut editor jurnal, Dr John Krystal, pola aktivitas otak ini memang belum bisa digunakan untuk memprediksi risiko seseorang bakal jadi pelaku pedofilia. Namun, seperti kata Dr Georg Northoff, salah seorang peneliti, hasil scanning ini merupakan langkah awal untuk memahami dan menemukan pola biologis saraf pedofilia.
“Yang bisa berguna untuk terapi terhadap orang-orang yang terkena penyimpangan ini,” katanya seperti dikutip BBC. *