Topcareer.id – Tak bisa dipungkiri bahwa krisis Covid-19 berdampak pada hampir setiap orang. Tapi, ternyata krisis ini secara signifikan kembali lagi berpengaruh besar pada perempuan lewat berbagai tantangan termasuk kehilangan pekerjaan.
Dikutip dari CNBC, hal itu seperti yang dikatakan Direktur Eksekutif UN Women (Entitas PBB untuk pemberdayaan perempuan), Phumzile Mlambo-Ngcuka yang juga menambahkan bahwa krisis selama wabah ini menciptakan bayang-bayang pandemi terkait kekerasan terhadap perempuan selama di bawah masa penguncian.
Ia yang juga menjadi sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengatakan bahwa setiap pandemi memiliki dimensi gender dan banyak wanita menghadapi masa yang lebih sulit karena dampak respon global terhadap virus.
Baca Juga: Studi: Laki-Laki Lebih Sering Dianggap Brilian daripada Perempuan
“Salah satu faktor yang mengkhawatirkan adalah ‘shadow pandemic’ kekerasan terhadap perempuan. Karena untuk melindungi orang dari infeksi, orang harus berlindung dan dikurung dengan pelaku kekerasan,” kata dia, Jumat (24/7/2020).
“Ini memberi kami masalah yang lebih besar tentang bagaimana kami mengintervensi untuk menyelamatkan perempuan dalam situasi pelecehan,” ujarnya.
Menurut angka-angka dari organisasi, dalam 12 bulan sebelum krisis, 243 juta perempuan dan anak perempuan berusia antara 15 dan 49 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh seorang terdekatnya. Angka-angka itu kemungkinan meningkat secara signifikan selama respons lockdown di seluruh dunia.
Baca Juga: Dilema Perempuan Pekerja di Tengah Pandemi
“Kami membutuhkan institusi internasional lebih dari sebelumnya. Kami membutuhkan solidaritas global,” katanya.
Dia mengatakan kehilangan pekerjaan juga merupakan tantangan besar yang dihadapi perempuan selama pandemi, dengan angka di Amerika Serikat menunjukkan hampir 60% perempuan bekerja di ekonomi informal di seluruh dunia yang katanya, berisiko lebih besar jatuh ke dalam kemiskinan.
“Jadi perempuan tidak punya tabungan, mereka tidak punya asuransi. Mereka yang bekerja di sektor informal cenderung tidak memiliki kontrak yang pasti,” katanya.**(RW)