Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Saturday, November 23, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

Komunitas La Sape di Kongo, Hidup Miskin yang Penting Trendi

Topcareer.id – La Sape, sebuah komunitas unik di Kongo di mana mereka rela hidup susah asal bisa tampil modis dan bergaya, bahkan kalau bisa menjadi trendsetter di tengah komunitasnya.

Komunitas ini terkenal karena pilihan gaya hidupnya yang ekstrem, mereka tidak sudi mengenakan barang palsu dan murahan meskipun kehidupan mereka berada di bawah garis kemiskinan.

La Sape adalah singkatan dari Société des ambianceurs et des personnes elegantes atau Society of Atmosphere-setters and Elegant People.

Mengutip Al Jazeera, asal-usul La Sape diyakini bermula di awal abad ke-20 di masa penjajahan Belgia-Prancis.

Kala itu banyak orang Kongo bekerja menjadi budak demi mendapatkan pakaian bekas mewah majikannya.

Kisah ini memulai gerakan sosial di Brazzaville di mana para pelayan mulai berpakaian menggunakan gaya busana Eropa seperti majikan mereka sebagai cara untuk memerangi superioritas kolonial.

Di luar jam kerja, para pria Kongo mulai berpakaian seperti “pria Prancis” yang fashionable, ditandai dengan pakaian warna-warni, sepatu mewah, aksesoris seperti topi bowler, tongkat, dan kacamata hitam.

Mengenakan pakaian seperti itu, mereka merasa keren dan mendapatkan energi serta kegembiraan di tengah masa penjajahan.

Orang-orang ini disebut les sapeurs atau les sapeuses bagi perempuan.

Pada saat itu, La Sape adalah bentuk eskpresi sosial dari orang-orang yang pernah dijajah.

Sapeurs menggunakan gerakan ini sebagai pelarian dari kesengsaraan mereka, yang kemudian menjadi inspirasi bagi komunitas lain.

La Sape di jaman sekarang lebih dari sebuah subkultur. Ini adalah bagian penting dari budaya Kongo.

Bahkan, para politisi negara Kongo dan musisi menghormati gerakan ini.

Dihiasi dengan perlengkapan desainer dari Louis Vuitton hingga Gianni Versace (“Imam Besar” mereka), mereka mengendalikan hidup dan membawa kekayaan budaya di balik keberadaan mereka yang sesungguhnya miskin dan suram.

Saat ini setidaknya ada 6000 Sapeurs di seluruh Kongo tetapi sebagian besar tinggal di ibu kota negara itu, Kinshasa.

Mereka bertindak sebagai duta besar tidak hanya untuk negara tetapi juga benua.

Ketika mereka berjalan di jalanan dengan pakaian glamour nan mewah, seketika kota itu berhenti, selebriti negara sedang lewat.

Mereka semua berasal dari latar belakang yang miskin, banyak Sapeur menjadi tukang ledeng, tukang listrik, pemulung, nelayan, dll.

Dalam kesehariannya mereka menjalani kehidupan sehari-hari mencari nafkah, tidak berbeda dari orang lain.

Tetapi ketika pekerjaan mereka selesai, sama seperti jaman dahulu, mereka benar-benar menjadi hidup.

Mereka seketika menjadi kanvas untuk inspirasi dan ekspresi mereka, setelan berwarna berani berpadu dengan cetakan desainer ternama pun merubah drastis penampilan dari kumuh miskin menjadi glamour.

Bagi Les Sapeurs, seni mereka bukan sekadar ekspresi, melainkan cara hidup, perilaku, dan filosofi.

Baca juga: Keuntungan Bergabung dengan Komunitas Profesional

Anggota komunitas ini memiliki kode kehormatan mereka sendiri, kode etik profesional dan gagasan moral yang ketat yang mereka jalani.

Sapeur Kongo adalah pria yang bahagia bahkan jika dia tidak makan, karena mengenakan pakaian mewah bisa memberi makan jiwa dan kesenangan pada tubuh.

Dengan penghasilan yang pas-pasan, mereka rela menabung selama bertahun-tahun demi mengumpulkan uang hingga US$ 2.000 atau sekitar Rp 28 juta.

Uang tersebut kemudian mereka gunakan untuk membeli sebuah jas trendi rancangan desainer ternama dunia.**(Feb)

the authorRino Prasetyo

Leave a Reply