Topcareer.id – Memiliki bos baik ditambah budaya kantor yang positif mungkin jadi dambaan para pekerja. Tapi mungkin hanya sebagian kecil saja yang bisa merasakan keduanya.
Lalu, andaikan harus memilih salah satu, mana yang harus dipilih, kantor yang baik atau bos yang baik?
In The Black merangkum beberapa jawaban dari orang-orang yang berpengalaman dalam bidang human resources. Salah satunya Amber Johnson, Human Resources Manager dari Envato.
Amber memang bersyukur bisa bekerja di perusahaan besar dengan manajer yang baik. Namun ia lebih menyarankan untuk menemukan seorang pemimpin yang diinginkan. Amber menilai bahwa pemimpin yang baik bisa mengalahkan perusahaan yang baik.
“Temukan seseorang yang bisa membantu pengembanganmu dan memberimu setiap kesempatan untuk tumbuh dalam karier. Ia akan mendorong kamu menggunakan kekuatan di tempat kerja untuk potensi penuh,” kata Amber dalam In The Black.
Baca juga: Rekan Kerja Jadi Bos? Ini yang Harus Kamu Lakukan
Sementara itu, menurut rekan penulis buku “How to Speak Human” Jen Jackson, dua pilihan ini seperti kasus ayam dan telur, siapa yang lebih dulu?
Kata dia, perusahaan yang baik akan berinvestasi menciptakan pemimpin yang baik. Atasan yang baik juga mampu membangun perusahaan yang baik.
“Kita tahu bahwa orang cenderung meninggalkan bos, bukan perusahaan. Merasa tidak dihargai, merasa terputus dengan tujuan organisasi, kurangnya kepercayaan. Alasan ini jarang terkait dengan sudut pandang perusahaan dan lebih banyak mengacu pada kurangnya komunikasi (atau miskomunikasi) dari para pemimpin,” ucap Jen.
Baca juga: Pengaruh Lingkungan Kantor pada Produktivitas Karyawan
Ia menambahkan, ketika kita memasuki zaman di mana kecerdasan buatan dan otomatisasi semakin umum, hubungan antara para pemimpin dan para pekerja jadi lebih penting daripada sebelumnya.
Laporan Workplace Learning 2018 oleh LinkedIn mengidentifikasi kepemimpinan dan komunikasi sebagai prioritas utama. Hal ini membuat organisasi menyadari pentingnya meningkatkan kemampuan pemimpin dalam keterampilan bersosialisasi atau human skill.
Editor: Feby Ferdian
