Sejak itu, Ciputra mengaku menggantikan peran ayahnya sebagai kepala rumah tangga. Untuk mencukupi biaya hidup keluarga, mantan atlet pelari jauh yang sempat ikut PON ke-2 di Jakarta ini pun tak segan-segan bertani dan memburu babi hutan.
Dalam catatan di Facebook Alberthiene Endah yang menulis kisah hidup Ciputra, ditulis, Pak Ci satu-satunya anak muda berdarah Tionghoa yang mampu berlari melebihi kecepatan pelari pribumi asli saat itu. “Sampai ia dikirim bertanding ke PON di awal 1950-an. Bisa bersalaman dengan Bung Karno dan menyukai Coca Cola dari istana,” tulis Alberthiene.
Menamatkan SMP dan SMA di Sulawesi, Ciputra diterima di Jurusan arsitektur ITB. Di Kota Kembang ini, ia membiayai hidup dan kuliah sendiri. “Padahal kalau minta ke ibu pasti dikasih,” ujar Ciputra.
Saat kuliah Ciputra memang sudah bisa cari uang sendiri. Di tingkat IV, ia bersama dua temannya mendirikan usaha konsultan arsitektur bangunan–berkantor di sebuah garasi. Saat itu ia sudah menikahi Dian Sumeler, yang dikenalnya ketika sekolah SMA di Manado. Setelah Ciputra meraih gelar insinyur, 1960, mereka pindah ke Jakarta, tepatnya di Kebayoran Baru. “Kami belum punya rumah (waktu awal menikah). Kami berpindah-pindah dari losmen ke losmen,” tutur Dian suatu kali pada 1980-an.
Pengusaha properti
Dalam biografi singkatnya di buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1985-1986 terbitan majalah Tempo ditulis, Ciputra dikenal sebagai pengusaha properti yang melakukan pendekatan terhadap pembangunan rumah dan lingkungan cukup manusiawi. Sebuah rumah, katanya, harus menciptakan suasana yang baik bagi penghunian dan pembinaan keluarga.
Ia juga menggagaskan pembangunan kota yang lengkap dengan pusat rekreasi, kegaitan sosial, sarana pendidikan, perdagangan, industri dan tempat tinggal–ala zaman Romawi. Di Indonesia, katanya, hanya Medan dan Bandung yang dirancang seperti itu.
Kendati begitu, Pantai Indah Kapuk (PIK) yang ia bidani pula kelahirannya biang keladi penghancuran habibat hutan bakau dan puluhan satwa di hutan lindung Muara Angke, dan menjadi biang keladi banjir besar yang melanda Jakarta awal 2002. Ciputra dituding melanggar janji, paadahal sepuluh tahun sebelumnya ia pernah bilang akan menanam lebih banyak bakau dan ketapang, membangun hutan lindung, danau air payau dan santuary burung-burung.