Topcareer.id – Ada saja memang, pertanyaan interviewer untuk menguji kandidat selama proses rekrutmen. Pernahkah kamu diminta pewawancara untuk menjawab pertanyaan, ‘Bagaimana kamu bisa mengeluarkan kuda nil yang terjebak dalam lubang?’ Seperti game dalam sebuah proses wawancara.
Bagi pewawancara, pertanyaan itu mungkin tujuannya, untuk mendapatkan jawaban yang otentik dan kreatif dari kandidat. Tetapi pertanyaan membingungkan itu bisa menunjukkan kepribadian pewawancara daripada si kandidat yang diberi pertanyaan.
Ketika kamu tampak senang menonton kandidat pekerjaan tersandung kata-kata untuk menjawab pertanyaan yang tidak relevan dengan posisi yang ditawarkan, itu mengungkapkan bahwa kamu memiliki karakter sadis.
Baca juga: Attitude Terlarang saat Wawancara Kerja
Sebuah studi baru dalam jurnal Applied Psychology menemukan bahwa orang yang lebih suka menggunakan brainteasers (game asah otak) dalam wawancara kerja lebih cenderung menunjukkan “sifat gelap” sadisme, narsisme, dan secara keseluruhan kurang kompeten secara sosial.
Dalam studi tersebut, profesor psikologi Scott Highhouse dan rekan-rekannya menunjukkan daftar pertanyaan wawancara kerja kepada 736 orang. Beberapa pertanyaan di antaranya sangat tradisional seperti “Apa yang kamu cari dalam pekerjaan?”
Tetapi ada pertanyaan lain yang tergolong pertanyaan mengasah otak, dan cukup mengejutkan. Mereka memasukkan pertanyaan yang ditemukan di situs web karier, Glassdoor, seperti: “Perkirakan berapa banyak jendela di New York,” “Apa lagu favoritmu? Nyanyikan untuk kami sekarang,” dan “Jika kamu menjadi hewan di atas komidi putar, apa yang akan kamu pilih dan mengapa?”
Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti kandidat, menekan mereka untuk melakukan kegiatan di luar persyaratan pekerjaan reguler untuk pekerjaan kantor.
Baca juga: Ungkapan yang Ampuh Diucapkan saat Wawancara Kerja
Disebutkan dalam laman The Ladders, penelitian menyimpulkan, peserta yang berpikir bahwa permainan asah otak sesuai dan berguna untuk memilih kandidat, cenderung kurang memiliki kemampuan mengambil perspektif bahwa pertanyaan-pertanyaan itu bisa menyinggung atau tidak pantas.
Para peneliti menyarankan bahwa perusahaan harus membatasi penggunaannya dan melatih manajer untuk tetap pada topik dengan wawancara kerja. Seorang mantan eksekutif sumber daya manusia Google menemukan bahwa pertanyaan macam itu tidak memiliki nilai dalam merekrut seseorang.
“Di sisi perekrutan, kami menemukan bahwa brainteasers benar-benar membuang waktu. Berapa banyak bola golf yang bisa kamu masukkan ke dalam pesawat terbang? Berapa banyak pompa bensin di Manhattan? Buang-buang waktu,” kata Laszlo Bock, mantan wakil presiden senior people operation di Google, mengatakan pada 2013.
“(Pertanyaan) itu tidak memprediksi apapun. Hal itu justru untuk membuat pewawancara merasa pintar.” *
Editor: Ade Irwansyah