TopCareerID

Pandemi Corona, Jutaan Pekerja Fesyen dan Barang Mewah Hadapi Pukulan Berat

Butik Louis Vuitton. (dok. AFP)

Topcareer.id – Semenjak virus corona menyerang, betapa hancurnya perekonomian, bisnis, dan industri. Industri ritel jadi salah satu yang paling terpukul oleh pandemi corona. Pukulan itu lantas menjalar ke kehancuran perusahaan-perusahaan fashion dan barang mewah.

Orang-orang telah berhenti berbelanja di toko-toko, dan banyak pembeli online menahan pembelian. Itu telah membuat perusahaan-perusahaan mewah dan mode terpapar.

Menurut laporan baru yang dirilis pada Rabu, 8 Maret 2020 oleh publikasi perdagangan Business of Fashion dan perusahaan konsultan McKinsey & Company, bisnis akan tenggelam sebanyak 30% tahun ini.

Menurut laporan itu, yang mensurvei 1.400 profesional fesyen, pembuat barang mewah dan pengecer akan paling terpukul. Penjualan diperkirakan akan menurun sebanyak 40%.

Baca juga: Dari Zara Hingga LV, Brand Fashion Bikin Masker dan APD Lawan Corona

Karyawan fesyen dan barang mewah menghadapi kesulitan dan kemiskinan. Ratusan ribu pekerja ritel telah dicutikan, toko-toko ditutup. Pandemi corona telah membuat para investor dan konsumen ketakutan.

Laporan itu memperingatkan 80% perusahaan yang disurvei memperkirakan akan menghadapi kesulitan keuangan tahun ini, dan memperkirakan sejumlah besar kebankrutan dalam waktu 18 bulan jika toko tetap tutup.

Perusahaan retail di seluruh dunia tutup sementara karena pemerintah daerah menutup bisnis yang tidak penting untuk menghentikan penyebaran wabah corona.

Penutupan toko kemungkinan akan memiliki efek domino pada seluruh industri, karena pesanan yang dibatalkan dapat menghilangkan jutaan pekerjaan di industri pembuatan garmen. Laporan itu menyebut, negara-negara termasuk Bangladesh, India dan Kamboja bisa sangat terpukul.

Penjelasan lebih jauh di halaman berikutnya>>

Semua kena dampaknya

CEO Business of Fashion Imran Amed meminta perusahaan untuk bekerja sama memperbaiki industri mode begitu pandemi mereda.

“Tidak ada perusahaan yang akan melewati pandemi sendirian, dan para pemain fesyen perlu berbagi data, strategi, dan wawasan tentang cara menavigasi badai,” kata Amed dalam laporan itu.

Bagi retail dan perusahaan mode yang bertahan, laporan itu mengatakan mereka harus membuat intervensi berani dan cepat untuk menstabilkan diri dalam kemungkinan resesi.

Baca juga: Perangi COVID-19, Produsen Parfum Louis Vuitton Bantu Buat Hand Sanitizer

Responden survei juga mengharapkan pembeli untuk lebih tertarik pada diskon dan pengecer harga rendah. Upaya digital merek juga harus dijadikan “prioritas mendesak” setelah social distancing. Perusahaan-perusahaan mewah dan fesyen memprediksi lebih sedikit retail yang ada di masa depan.

“Krisis akan mengusir yang lemah, memberanikan yang kuat dan mempercepat penurunan perusahaan yang sudah berjuang sebelum pandemi,” kata laporan itu, memperingatkan konsolidasi dan merger.

Sears, JCPenney, Neiman Marcus dan J. Crew adalah beberapa perusahaan yang paling tertekan sebelum wabah, menurut analis. Namun tidak semua harapan hilang. Baik H&M (HNNMY) dan Nike (NKE) baru-baru ini mengatakan bahwa penjualan mulai meningkat lagi di Asia menyusul penutupan toko-tokonya di wilayah tersebut. *

Editor: Ade Irwansyah

Exit mobile version