Topcareer.id – Pandemi mengubah rutinitas harian bagi kebanyakan orang. Bagaimana tidak? Saat ini orang-orang terpaksa dikurung di rumah mereka masing-masing, termasuk juga penutupan tempat-tempat publik dan tak tahu hal ini akan berlangsung sampai kapan.
Reaksi individu terhadap karantina bervariasi, seiring dengan keadaan. Seseorang yang tinggal sendirian dan terus bekerja dari rumah akan memiliki pengalaman yang sangat berbeda dari seseorang yang kehilangan pekerjaan dan memiliki anak yang memerlukan bantuan dengan pekerjaan sekolah selama karantina.
Dilansir dari Business Insider, pada kenyataannya kesehatan mental adalah sebuah kontinum. Dan pada hari tertentu, kita dapat menggeser kontinum menuju kesehatan mental yang lebih baik, atau kita dapat menurunkan kontinum menuju kesehatan mental yang lebih buruk.
Baca Juga: Pemerintah: Waspada Potensi Gelombang Kedua Wabah Covid-19
Stres terkait karantina menyebabkan banyak orang mengalami penurunan kesehatan mental.
Sebuah studi 2019 yang diterbitkan dalam The Lancet mengulas studi sebelumnya yang menilai karantina dan dampaknya terhadap kesehatan mental. Para peneliti menemukan bahwa selama dan setelah karantina, orang sering mengalami peningkatan:
– Kesedihan
– Mati rasa
– Takut
– Insomnia
– Mood rendah
– Gejala depresi
– Marah
– Kebingungan
– Gejala stres pasca-trauma
– Stress
– Sifat lekas marah
– Kelelahan emosional
– Gangguan emosi
Selain meningkatnya masalah kesehatan mental, penyalahgunaan zat juga dapat meningkat selama dan setelah karantina. Studi yang sama menemukan bahwa ketergantungan zat dan alkohol lebih umum hingga tiga tahun setelah karantina berakhir.* (RW)