Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Thursday, April 25, 2024
redaksi@topcareer.id
Lifestyle

Kesepian Berbahaya Bagi Kesehatan Mental. Ini Penjelasannya

Topcareer.id – Psikolog menemukan bahwa persahabatan sangat mirip dengan makan. Setiap orang membutuhkannya untuk bertahan hidup. Psikolog menemukan bahwa manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk hidup berkelompok dan untuk hubungan yang dekat.

Seseorang akan menjalani hidup dengan baik ketika kebutuhan sosial ini terpenuhi. Lebih mudah untuk tetap termotivasi dalam memenuhi beragam tantangan hidup.

Bahkan, bukti telah berkembang bahwa ketika kebutuhan seseorang untuk hubungan sosial tidak terpenuhi, maka bisa berantakan secara mental, bahkan secara fisik.

Ada efek pada otak dan tubuh. Beberapa efek bekerja secara halus, melalui paparan berbagai sistem tubuh dengan kelebihan hormon stres.

Namun efeknya cukup jelas untuk diukur dari waktu ke waktu, sehingga kebutuhan sosial yang tidak terpenuhi mengambil risiko serius pada kesehatan, mengikis arteri, menciptakan tekanan darah tinggi, dan bahkan merusak pembelajaran dan memori.

Kurangnya teman dekat dan kurangnya kontak sosial yang lebih luas umumnya membawa ketidaknyamanan emosional atau kesulitan yang dikenal sebagai kesepian.

Kesadaran kognitif ini bermain melalui otak dengan soundtrack emosional. Itu membuat seseorang sedih, bahkan mungkin merasakan kekosongan. Merasa terisolasi, jauh dari orang lain dan kehilangan. Perasaan kesepian ini bisa merobek kesejahteraan emosional.

Meskipun ada efek negatif dari kesepian, namun kesepian hampir tidak bisa dianggap abnormal. Itu adalah perasaan yang paling normal. Setiap orang pasti pernah merasa kesepian. Seperti setelah putus dengan seorang sahabat atau kekasih.

Berbeda dengan kesepian kronis, ini adalah salah satu penanda paling pasti yang ada untuk ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan keadaan.

Kegagalan untuk terhubung secara sosial dengan teman sebaya adalah alasan sebenarnya di balik sebagian besar anak putus sekolah. Ini melatih anak-anak untuk mengembangkan kenakalan dan bentuk lain dari perilaku antisosial.

Pada orang dewasa, kesepian kronis adalah pemicu utama depresi dan alkoholisme. Dan semakin tampak menjadi penyebab berbagai masalah medis.

Psikolog John Cacioppo dari University of Chicago telah melacak efek kesepian. Dia melakukan serangkaian studi baru dan melaporkan bahwa kesepian bekerja dalam beberapa cara mengejutkan untuk membahayakan kesehatan.

Dalam survei yang dia lakukan, para dokter sendiri mengaku bahwa mereka yang memberikan perawatan medis akan lebih baik atau lebih mudah kepada pasien yang memiliki keluarga yang mendukung dan tidak terisolasi secara sosial.

Hidup dengan kesepian kronis meningkatkan risiko bunuh diri baik bagi tua maupun muda. Orang yang kesepian melaporkan tingkat stres yang dirasakan lebih tinggi bahkan ketika terpapar stresor yang sama dengan orang yang tidak kesepian, dan bahkan ketika mereka sedang bersantai.

Interaksi sosial yang dimiliki orang-orang yang kesepian tidak sepositif orang-orang lain. Kesepian juga meningkatkan kadar hormon stres yang bersirkulasi dan kadar tekanan darah. Ini merusak regulasi sistem peredaran darah sehingga otot jantung bekerja lebih keras dan pembuluh darah terganggu oleh turbulensi aliran darah.

Kesepian kronis menghancurkan kualitas dan efisiensi tidur, sehingga kurang restoratif baik secara fisik maupun psikologis. Mereka bangun lebih banyak di malam hari dan menghabiskan lebih sedikit waktu di tempat tidur untuk benar-benar tidur daripada melakukan hal-hal lain.

Cacioppo menyimpulkan, kesepian menggerakkan berbagai “proses patofisiologis yang berlangsung perlahan.” Hasil akhirnya adalah bahwa orang yang kesepian mengalami tingkat keausan kumulatif yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, manusia dibangun untuk kontak sosial. Ada konsekuensi serius yang mengancam jiwa ketika seseorang tidak mendapatkan sosialisasi yang cukup dalam kesehariannya. Keterampilan sosial sangat penting untuk kesehatan mental.(RW)

the authorRino Prasetyo

Leave a Reply