Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Sunday, November 24, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

Penyintas Covid: Puji Tuhan Saya Terkena Covid-19 (Bagian 1)

Akhirnya saya mendapatkan kamar di lantai 5 RS Royal Taruma setelah menunggu sekian lama. Semua pasien yang ada adalah pasien Covid-19 dengan kategori sedang sampai berat. Semua perawat dan dokter seperti orang-orang angkasa luar. Mereka semua memakai pakai APD lengkap dengan masker plus face shield, sarung tangan sampai double serta sepatu bot masih dilapis dengan plastik seperti akan berangkat naik motor agar sepatunya tidak kecipratan lumpur.

Malam telah memanjat jauh ke depan. Sebentar lagi dini hari. Paru-paru ini, serasa pecah semenjak pagi tadi terbujur di Rumah Sakit Royal Taruma, Jakarta Barat. Infus, selang oksigen, membuat saya sedikit lega bernafas. Sebelum saya masuk ke RS. Royal Taruma, saya swab tes di RS. Carolus Gading Serpong. Ya, rumah sakit inilah yang menyatakan saya positif corona!.

Ketika dirontgen di RS. Royal Taruma ditemukan paru-paruku sudah berkabut putih dan dari hasil pemeriksaan tes darah, hatiku juga sudah terkena karena SGPT saya melebihi ambang batas normal. Saya divonis pneumonia kategori sedang ke berat. Jenis penyakit yang sedang hits meranggas landai di paru saya bagian bawah, padahal saya tak punya riwayat perokok, jantung dan paru ini. Saya pria yang tidak menyukai asap rokok ataupun bau-bauan lainnya.

Sebelum saya dirawat di RS. Royal Taruma ini, adikkulah yang mencarikan Rumah Sakit di Jakarta. Dia bercerita, “Maaf ibu Emma. Kamar rawat khusus Covid kami penuh. Lebih baik ibu mencari rumah sakit lainnya saja,” kata suster di sebuah Rumah Sakit di jakarta sembari memperbaiki infus seorang pasien yang mengeluarkan darah di ruang UGD rumah sakit tsb. Dalam keadaan terhenyak adik saya telah menghubungi beberapa rumah sakit khusus covid atau pun tidak, hasilnya full over kapasitas. Sementara waktu dengan kejam terus merangkak. Adik saya yang berusaha mencarikan rumah sakit untukku seperti disisihkan di lorong rumah sakit, ceritanya sangat miris.

Hingga akhirnya, dalam kalut dengan suhu tubuh 39 derajat, adik saya gunakan link teman-teman sekolahnya yang kebetulan berprofesi sebagai dokter. Dia hubungi narasumber punya relasi yang berlatarbelakang teman sejawat di RS swasta. Adikku disarankan agar segera ke Rumah Sakit Royal Taruma.
“Ada kamar, tapi tetap masuk list tunggu ya tunggu di IGD. Diperiksa saja dulu di laboratorium kami, baru nanti akan di tempatkan ke kamar khusus pasien isolasi covid,” katanya yang saya ikuti dengan ucapan terimakasih banyak.

Saya tak bisa bayangkan, privilege teman sejawat inilah yang lantas menyelamatkan. Lalu, bagaimana dengan masyarakat biasa yang tak punya relasi teman sejawat, tak terbayangkan apa yang terjadi. Ironi.

Setiba ambulance yang membawa saya, berhenti. Saya tak tahu telah sampai atau singgah menjemput pasien covid lainnya. Yang pasti, oksigen di hidung ini membuat penglihatan saya terus memudar. Ini pertama kali saya pakai oksigen. Pertama pula di atas ambulance. Baju ini makin basah karena demam.

Bersambung ke bagian kedua……….

the authorRetno Wulandari

Leave a Reply