Topcareer.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan berbagai upaya dalam mengoptimalkan upaya perlindungan anak di masa Pandemi Covid-19, salah satunya dengan memasifkan peran masyarakat melalui gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Menurut Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, pandemi Covid-19 telah memberi dampak terburuk, yaitu meningkatnya kerentanan anak menjadi korban kekerasan.
Data yang dihimpun melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 1 Januari – 6 November 2020, terdapat peningkatan jumlah kasus dan jumlah anak yang menjadi korban kekerasan.
Sebelum pandemi tercatat ada 1.888 anak perempuan menjadi korban kekerasan, setelah pandemi angka ini meningkat menjadi 5.242 anak perempuan.
Baca Juga: Ini Beberapa Cara Perlindungan Anak Disabilitas di Masa Pandemi
Untuk anak laki-laki jumlahnya memang tidak sebanyak anak perempuan, tapi tetap mengalami peningkatan, di mana sebelum pandemi terdapat 997 anak laki-laki menjadi korban kekerasan, setelah pandemi meningkat menjadi 2.616 anak.
“Untuk melindungi anak dari kekerasan termasuk di masa pandemi Covid-19 sekarang ini, memerlukan keterlibatan masyarakat secara masif,” kata Menteri Bintang dalam paparannya pada Rapat Kerja bersama Komite III DPD RI, Senin (16/11/2020).
“Kemen PPPA berupaya memaksimalkan peran masyarakat melalui gerakan PATBM sebagai salah satu gerakan masyarakat dalam upaya deteksi dini terhadap ancaman atau kasus pelanggaran pemenuhan hak dan perlindungan anak, termasuk ancaman akibat wabah Covid-19,” jelasnya.
Sejak 2016, Kemen PPPA telah menginisiasi pembentukan PATBM di 136 desa yang tersebar di 68 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi. Pada 2020, atas inisiatif masyarakat dan Pemerintah Daerah, PATBM tercatat telah teraplikasi di 1.921 Desa/Kelurahan yang tersebar di 342 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.
Baca Juga: 1 Miliar Anak Diperkirakan Putus Sekolah Akibat Pandemi
Saat ini, lanjut Menteri Bintang, Kemen PPPA tengah menyusun Panduan PATBM dalam Pandemi Covid-19 sebagai acuan bagi aktivis PATBM dalam membantu upaya pencegahan penularan Covid-19, menurunkan kekerasan pada anak, mendukung gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, serta memastikan anak mendapat perlindungan dan terpenuhi hak-haknya selama masa darurat hingga masa pemulihan.
“Panduan ini diharapkan dapat memperkuat protokol yang ada dan dapat menjadi acuan panduan bersama lintas sektoral di semua wilayah Indonesia,” ujarnya.
Selain melalui PATBM, Kemen PPPA juga telah mengoptimalisasi upaya perlindungan anak di masa Pandemi Covid-19 melalui berbagai cara, yaitu mengeluarkan 5 (lima) Protokol Khusus tentang Perlindungan Anak yang terdiri dari:
1) Protokol Lintas Sektor Untuk Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus Dalam Situasi Pandemi COVID-19;
2) Protokol Perlindungan Terhadap Anak Penyandang Disabilitas Dalam Situasi Pandemi Covid-19;
3) Protokol Penanganan Anak Korban Tindak Kekerasan Dalam Situasi Pandemi Covid-19;
4) Protokol Pengasuhan Bagi Anak dan Orangtua OTG, PDP, Terkonfirmasi dan Meninggal karena Covid-19; dan
5) Protokol Pengeluaran dan Pembebasan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi, Pembebasan Tahanan, Penangguhan Penahanan dan Bebas Murni.
Kemen PPPA bersama Kementerian Kesehatan dan BNPB juga telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama terkait Protokol Kesehatan Keluarga.
“Kami tentunya memastikan seluruh Protokol yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 responsif hak anak dan memberikan perlindungan kepada anak dan keluarga,” jelas Menteri Bintang.**(RW)