Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Thursday, April 25, 2024
redaksi@topcareer.id
Covid-19

Di Tengah Pandemi, Angka Bunuh Diri Wanita di Jepang Melonjak

Ilustrasi. (dok. The Week)

Topcareer.id – Sebelum pandemi COVID-19, korban bunuh diri tertinggi di Jepang terjadi pada pria yang cenderung tidak mencari bantuan. Meskipun kasus bunuh diri pria tetap meningkat lebih dari 20%, namun tingkat kasus bunuh diri pada wanita melonjak lebih dari 80%. Menurut data perhitungan hingga Oktober 2020 dibandingkan dengan tahun 2019.

Psikiater Tokyo Chiyoko Uchida telah melihat banyak klien wanitanya tertekuk di bawah beban yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona. “Kehidupan pasien saya telah terbalik,” katanya.

Bagi Koki Ozora, seorang pendiri layanan konseling online yang digunakan terutama oleh gadis dan wanita muda di Jepang, lonceng peringatan telah datang kepadanya karena sejak pertengahan musim panas lalu layanannya mulai mendapat banyak pesan dari wanita yang mengatakan mereka ingin bunuh diri.

Wanita muda Jepang yang bekerja paruh waktu dan non-reguler telah dirugikan secara tidak proporsional oleh pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan operasional akibat pandemi di Jepang.

Dalam survei yang dilakukan oleh Profesor Michiko Ueda dari Universitas Waseda Tokyo, sepertiga wanita di bawah 40 tahun melaporkan kehilangan pekerjaan dan pendapatan mereka yang signifikan.

Ozora, lulusan jurusan sosiologi di Universitas Keio telah meluncurkan layanan pesan teksnya pada bulan Maret 2020. Layanannya menawarkan konseling gratis melalui pesan teks.

Menurutnya alasan terbesar bunuh diri para perempuan di Jepang adalah karena mereka kehilangan pekerjaan dan tidak tahu bagaimana menghidupi diri mereka sendiri serta keluarga mereka.

“Sementara beberapa orang senang bekerja dari rumah, ada sejumlah kerugian,” kata Uchida, psikiater Tokyo. “Tidak berada di kantor berarti tidak ada orang di dekat kamu saat kamu perlu curhat dengan orang di luar anggota keluarga.”

Sadar bahwa permintaan untuk konseling memuncak ketika kebanyakan hotline ditutup pada larut malam, Ozora merekrut jaringan relawan Jepang yang tinggal di luar negeri, yang dapat menanggapi pesan sepanjang malam waktu Jepang.

Pada 3 November, layanannya telah mengirimkan lebih dari 300.000 pesan dari hampir 26.000 klien di Jepang.

Sementara penguncian akibat COVID-19 yang kejam telah disalahkan karena meningkatkan ide bunuh diri, pembatasan antivirus Jepang masih relatif lunak, pemerintah hanya mengandalkan kepatuhan sukarela, tanpa hukuman.**(Feb)

the authorRino Prasetyo

Leave a Reply