Topcareer.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama dengan United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) Indonesia, dan UN Women meluncurkan Panduan Perlindungan Hak Perempuan dari Diskriminasi dan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) Dalam Situasi Pandemi.
Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terjadi di mana saja dan kapan saja, terutama dalam situasi pandemi yang mengharuskan kita menghabiskan banyak waktu di rumah. Selain itu, berbagai stigma, ketakutan, dan sulitnya akses terhadap layanan membuat korban enggan atau sulit melaporkan kekerasan yang menimpa dirinya.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga mengatakan bahwa isu kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan isu yang kompleks dan multisektoral, sehingga pencegahan dan penanganannya pun harus melibatkan seluruh sektor pembangunan melalui panduan yang jelas, apalagi dalam situasi pandemi yang serba tidak menentu ini.
“Rumah seharusnya menjadi tempat teraman. Namun, ketika terjadi kekerasan dan korban berada dalam satu rumah dengan pelaku, maka akan menjadi lebih sulit bagi korban untuk menyelamatkan diri maupun meminta pertolongan,” kata Menteri Bintang dalam siaran pers, Rabu (9/12/2020).
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), selama masa pandemi Covid-19 per 29 Februari hingga 27 November 2020, kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa sebanyak 4.477 kasus dengan 4.520 korban.
Baca juga: Mengapa Kekerasan Di Rumah Cenderung Meningkat Selama Pandemi?
Mayoritas korban kekerasan terhadap perempuan dewasa adalah korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), yaitu sebesar 59,82 persen.
Co-Director Hollaback! Jakarta, Anindya Restuviani mengatakan bahwa salah satu hal dari berbagai dampak Covid-19 terhadap perempuan yang paling dikhawatirkan adalah KDRT.
“Ketika pertama kali tersadar bahwa kita menghadapi pandemi Covid-19 dan mengharuskan beraktivitas di dalam rumah, hal yang pertama terbesit dalam pikiran adalah ‘Aduh, bagaimana nasib teman-teman yang harus tinggal dengan pelaku kekerasan?’ Kita berpikir bagaimana nasib teman-teman yang menjadi korban KDRT,” jelas Anindya.
Menurutnya, ada sebagian masyarakat yang berpandangan jika kita tidak berada di ruang publik, maka kekerasan tersebut tidak akan terjadi. Namun, kekerasan tetaplah ada.
Ia mengatakan, kekerasan hanya berpindah tempat dan berbeda bentuknya saja, di antaranya yang awalnya terjadi secara offline saat ini berpindah ke dunia online.
“KBG perlu dilawan, bukan hanya untuk kepentingan perempuan saja, melainkan demi kemanusiaan. Dengan melakukan upaya pencegahan dan penanganan KBG, kita telah menyelamatkan jiwa, nyawa, dan harapan para penyintas. Perempuan berdaya, anak terlindungi, Indonesia maju,” tutup Menteri Bintang.