Topcareer.id – Argentina sedang melalui “momen terburuk” pandemi COVID-19, kata menteri kesehatannya pada hari Rabu (21/4).
Kasus kematian akibat virus corona telah mencapai 60.000 kasus di Argentina di tengah gelombang kedua yang tajam.
Hal ini telah memaksa negara itu untuk memberlakukan kembali beberapa tindakan penguncian yang ketat.
Menteri Kesehatan Argentina, Carla Vizzotti memperingatkan bahwa sistem perawatan kesehatan negara Amerika Selatan itu terancam, terutama di wilayah metropolitan di sekitar ibu kota Buenos Aires.
Inilah yang telah memaksa pemerintah untuk membatasi pergerakan dan menghentikan aktivitas kerumunan dalam ruangan.
“Kami sedang melalui momen terburuk pandemi sekarang,” katanya. Ia menambahkan bahwa Argentina melihat peningkatan penting dalam sirkulasi varian baru yang melonjak di ibu kota dan sekitarnya.
“Ini tumbuh secara eksponensial di sebagian besar negara.” Ujar Vizzotti.
Argentina yang meluncurkan program inokulasi sebagian besar menggunakan vaksin Sputnik V Rusia, telah mencatat sekitar 2,77 juta kasus COVID-19 dan telah menetapkan serangkaian rekor harian baru dalam beberapa pekan terakhir.
Baca juga: Iron Man Bantu Anak-Anak Argentina Melawan Virus Corona
Korban tewas akibat COVID-19 di Argentina meningkat sebanyak 291 kasus pada hari Rabu (21/4) menjadi 60.083.
Sebuah laboratorium lokal mengatakan telah memproduksi batch uji Sputnik V sebelum rencana pembuatan skala besar akhir tahun ini.
Vizzotti mengatakan itu “berita bagus” meskipun ada peringatan bahwa perlu pengontrolan kualitas dan kerangka waktu bergantung pada bagaimana proses itu berjalan.
Carlos Camera, seorang ahli penyakit menular dari Argentina, mengatakan ada kemungkinan sistem kesehatan kewalahan.
“Apa yang tidak terduga adalah ukuran gelombang kedua ini dan di atas semua kecepatannya berbanding dengan kecepatan yang kami kelola dengan vaksinasi,” kata Camera.
Carolina Caceres, seorang perawat di rumah sakit Tornu di Buenos Aires, melakukan protes dengan meminta kenaikan gaji bagi petugas kesehatan.
“Dalam gelombang kedua infeksi ini, perawat menghadapi semua tekanan untuk mempertahankan sistem kesehatan masyarakat dalam pandemi ini, tanpa upah dan tanpa pengakuan,” katanya kepada Reuters. “Kami benar-benar tidak tahan lagi.” Tuturnya.**(RW)