TopCareerID

Ilmuwan Jerman Pelajari Efek Samping Pembekuan Darah dari Vaksin COVID-19

9 dari 10 Negara Afrika Melewatkan Target Vaksinasi Covid-19

Foto Ilustrasi Vaksin Covid-19

Topcareer.id – Seorang ilmuwan Jerman tengah mempelajari pembekuan darah langka bersama Johnson & Johnson (J&J) terkait dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca.

Ia mengatakan Johnson & Johnson telah setuju untuk bekerja sama dengannya dalam penelitian efek samping pada penerima vaksin tersebut.

Andreas Greinacher, ahli pengobatan transfusi di Greifswald University, mengumumkan kolaborasinya setelah adanya pengumuman dari European Medicines Agency (EMA).

Pengumuman tersebut menambahkan label peringatan vaksin J&J tentang pembekuan darah yang tidak biasa dengan jumlah trombosit yang rendah.

Demikian juga peringatan yang diberikan dari EMA untuk suntikan vaksin dari AstraZeneca.

Seperti halnya AstraZeneca, EMA mengatakan manfaat mendapatkan vaksin J&J masih lebih besar daripada risiko pembekuan darah.

Baca Juga: Kanada Laporkan Kematian Pertama Pasien setelah Menerima Vaksin AstraZeneca

Greinacher, pada hari Selasa (20/4) merilis makalah baru yang menawarkan penjelasan potensial untuk komplikasi tersebut.

Ia juga menginginkan sampel vaksin J&J untuk dipelajari di labnya. Sejak pertengahan Maret, timnya telah menganalisis spesimen dari orang-orang yang mengalami pembekuan setelah mendapat suntikan AstraZeneca.

“Kami sepakat hari ini dengan J&J bahwa kami akan bekerja sama,” kata Greinacher dalam konferensi pers.

“Kebutuhan terbesar saya adalah saya ingin mendapatkan akses ke vaksin J&J, karena vaksin tersebut tidak tersedia di Jerman.” Jelasnya.

EMA mengatakan bahwa mereka mencurigai vaksin J&J dapat memicu tanggapan kekebalan yang tidak diinginkan.

Namun, ketua komite keselamatan Sabine Straus mengatakan pihaknya belum mengidentifikasi faktor risiko spesifik.

“Akan sangat membantu jika kita mengetahui sebelumnya, apakah itu mungkin semacam kelainan genetik, atau sesuatu yang lain di pembuluh darah,” kata Straus kepada wartawan.

Greinacher tidak percaya tes prognostik seperti itu mungkin terjadi, berdasarkan pengalaman dengan kelainan serupa yakni trombositopenia akibat induksi heparin telah menantang upaya untuk mengidentifikasi mengapa beberapa orang mungkin mengalami kondisi serius.

“Kami bahkan mengurutkan gen seluruhnya pada 3.000 pasien ini, dan kami tidak dapat menemukan kecenderungan genetik,” katanya.

Baca juga: Vaksin COVID-19 J&J Tunjukkan Efikasi 66%, Ini Kelebihannya

Baik vaksin AstraZeneca dan J&J menggunakan virus flu biasa meskipun berbeda, untuk mengirimkan instruksi ke sel agar menghasilkan respons kekebalan.

Suntikan Johnson & Johnson menggunakan adenovirus manusia, sedangkan AstraZeneca menggunakan adenovirus simpanse.

“Setiap individu berbeda, dan hanya jika secara kebetulan, sembilan atau 10 kelemahan muncul bersamaan, maka kami memiliki (masalah),” kata Greinacher. “Jika tidak, sistem keamanan internal kami memblokirnya, dan membuat kami tetap aman.” tuturnya.

Exit mobile version