Topcareer.id – Di masa pandemi ini, tidak sedikit orang yang tertarik untuk melakukan pinjaman online (pinjol) demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meski demikian, jika tidak dibarengi dengan literasi keuangan yang baik, masyarakat akan gampang terjerat aplikasi pinjol illegal.
Dikutip dari laman Unpad.ac.id pada Kamis (14/10/2021), Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Dr.rer.pol. Hamzah Richi, menyetujui hal tersebut dan membeberkan mengapa banyak masyarakat yang terjerat dengan pinjol ilegal yang dimaksud.
“Dengan sistem persyaratan yang sangat mudah, aplikasi pinjol terutama ilegal tentu sangat menggoda bagi masyarakat yang membutuhkan dana instan, tetapi tidak dibarengi pengetahuan keuangan yang baik,” ujarnya.
Ya seperti kita tahu, hanya bermodal KTP, seseorang dapat langsung menerima dana tunai ke rekening pribadinya tanpa waktu yang lama.
Menurut pria yang akrab disapa Ritchi itu, dengan persyaratan yang gampang inilah seseorang menjadi lebih mudah untuk membuka pinjaman lagi ke aplikasi lain, meski mereka belum bisa melunasi di aplikasi sebelumnya.
Baca juga: Perempuan Rentan Terjerat Pinjol saat Pandemi
“Tanpa sadar, dia pasti harus menutupi pinjaman sebelumnya dengan pijaman di aplikasi lain yang lebih besar. Sampai pada satu titik dia enggak bisa bayar, baru tak berkutik.
Selain itu, Ritchi mengatakan iming-iming bunga yang rendah juga menjadi salah satu alasan orang-orang melakukan pinjol. Padahal skema bunga aplikasi pinjol justru lebih membengkak dibandingkan kredit perbankan.
Walau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri telah menetapkan batas maksimum bunga pinjol tidak boleh lebih dari 0,8 % per hari. Namun ternyata, bunga ini juga relatif lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional.
“Jika dihitung secara kasar menggunakan skema bunga maksimum OJK sebesar 0,8% per hari, besaran bunga per bulannya mencapai 24 %. Artinya, besaran bunga per tahun akan membengkak menjadi 288%,” ungkapnya.
Sedangkan jika menggunakan kredit bank, misalkan kredit usaha rakyat, bunga yang harus dibayar hanya kisaran 7% per tahun. Ritchi pun menegaskan mengatakan, dalam jangka pendek, dampak dari pinjol ilegal mungkin tidak terlalu terasa. Tetapi, jika diagregasi dan dilihat dalam jangka menengah dan panjang dampaknya akan terlihat signifikan.
“Apalagi dengan disertai literasi yang rendah, tingkat konsumtif yang tinggi, dan latar belakang ekonomi menengah ke bawah, akan menjadi bom waktu bagi sektor ekonomi mikro dan masyarakat tingkat menengah sebagai penggerak ekonomi,” pungkasnya.**(Feb)