Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Friday, March 29, 2024
redaksi@topcareer.id
Lifestyle

10 Tanda Orang Melakukan Kebohongan (Bagian 1)

Tisp bekerja dengan rekan kantor yang nyebelin.Ilustrasi. (dok. NYC Offices Suites)

Topcareer.id – Tahukah kamu bahwa hanya 54 persen tanda kebohongan yang dapat diketahui secara akurat? Juga, ekstrovert cenderung lebih banyak berbohong daripada introvert, menurut Vanessa Van Edwards, penulis buku terlaris nasional Captivate dan pendiri dan peneliti utama Science of People.

Menurut penelitiannya, setidaknya 82 persen kebohongan tidak terdeteksi.

Ini membuatnya mengembangkan kursus dalam pendeteksian kebohongan berjudul “Bagaimana Menjadi Detektor Kebohongan Manusia.”

Ada beberapa cara orang dapat meningkatkan keterampilan membedakan kebenaran dan kebohongan untuk melindungi diri dari kehancuran.

Bagian pertama dari artikel:

1) Perubahan pola bicara
Salah satu tanda bahwa seseorang mungkin tidak mengatakan yang sebenarnya adalah ucapan yang tidak teratur.

Menurut Gregg McCrary, pensiunan profiler kriminal FBI, suara atau cara berbicara seseorang dapat berubah ketika mereka berbohong.

2) Penggunaan gestur non-congruent
Jika seseorang mengatakan ya tetapi menggelengkan kepala, itu mungkin menunjukkan bahwa mereka tidak mengatakan yang sebenarnya.

Seperti yang ditunjukkan oleh Dr. Ellen Hendriksen, seorang psikolog klinis di Pusat Kecemasan dan Gangguan Terkait Universitas Boston, dalam Scientific American.

Gerakan yang tidak kongruen adalah gerakan dalam tubuh yang tidak sesuai dengan kata-kata yang diucapkan seseorang.

Misalnya seseorang berkata, “Tentu saja saya akan bekerja sepenuh hati untuk perusahaan ini” namun ia sambil sedikit menggelengkan kepalanya.

Ada kemungkinan kuat orang itu tidak mengatakan yang sebenarnya.

3) Tidak mampu memberi penjelasan yang tetap
Ketika pembohong diminta untuk melampaui penjelasan yang mereka siapkan, mereka akan kesulitan menjawabnya.

Para peneliti yang dikutip dalam American Psychological Association (APA) menyebut orang-orang ini sebagai “pembohong yang menipu dengan kelalaian.”

Sebab, ketika diminta untuk menjawab pertanyaan atau memberikan rincian lebih lanjut, biasanya mereka hanya mengatakan lebih sedikit.

Cara lain peneliti memverifikasi kebenaran adalah dengan meminta orang untuk menceritakan peristiwa secara terbalik.

Pembohong akan tetap berpegang pada cerita yang sama sambil menawarkan lebih banyak detail, sementara mereka sering kali tersandung dan membuat cerita yang berbeda tanpa menambahkan detail ke cerita aslinya.

4) Terlalu banyak bicara
Di sisi lain, para peneliti dari Harvard Business School menetapkan bahwa pembohong yang mencoba menipu kebenaran akan terlalu banyak bicara.

Karena pembohong seperti itu mungkin mengarang-ngarang begitu saja, mereka mungkin juga cenderung menambahkan detail yang berlebihan.

Tujuannya untuk meyakinkan diri mereka sendiri atau orang lain tentang apa yang mereka katakan.

Mereka mungkin juga membumbui dengan kata-kata yang tidak terpikirkan.

Petunjuk linguistik lain yang terungkap dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pembohong cenderung menggunakan lebih banyak kata-kata tidak senonoh dan kata ganti orang ketiga.

Agar mereka bisa menjauhkan diri dari keterlibatan orang pertama.

Baca juga: 10 Kebohongan Perekrut saat Interview

5) Nada bicara naik turun
Dr. David Matsumoto, seorang profesor psikologi di San Francisco State University dan CEO Humintell, sebuah perusahaan konsultan yang melatih orang untuk membaca emosi manusia, menekankan bahwa peneliti harus mempertimbangkan bias budaya ketika menentukan apakah seseorang berbohong atau tidak.

Misalnya, penelitian pendeteksian kebohongannya menemukan bahwa partisipan China cenderung berbicara dengan nada suara yang lebih tinggi saat berbohong.

Sebaliknya, peserta penelitian Hispanik berbicara dengan nada suara yang lebih rendah saat berbohong.

Penelitian ini menunjukkan bahwa isyarat non-verbal untuk berbohong dapat berkorelasi dengan perbedaan budaya.

Hal ini harus dipertimbangkan daripada menilai hanya dari keyakinan budaya sendiri.**(Feb)

the authorRino Prasetyo

Leave a Reply