Find Us on Facebook

Instagram Gallery

Configuration error or no pictures...

SKILLS.ID

Subscribe to Our Channel

Friday, April 26, 2024
redaksi@topcareer.id
Lifestyle

Studi: Orang Optimis Lebih Mungkin Hidup Lewati Usia 90, Ini Alasannya

Foto Ilustrasi

Topcareer.id – Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan rahasia hidup lebih lama. Yang terbaru, Journal of American Geriatrics Society menerbitkan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang optimis punya kemungkinan lebih tinggi hidup melewati usia 90 daripada yang lain.

Orang yang optimis di sini didefinisikan sebagai mereka yang memiliki “harapan umum tentang hasil masa depan yang positif”.

Temuan tersebut, dikumpulkan selama 26 tahun studi dari 159.255 wanita yang beragam ras dengan beragam latar belakang, menemukan bahwa peserta yang optimis hidup 5,4% lebih lama daripada rekan-rekan mereka yang tidak optimis – yang berarti sekitar empat tahun lagi kehidupan.

Temuan ini didasarkan pada studi tahun 2019 dari Universitas Harvard dan Universitas Boston, yang menemukan bahwa pria dan wanita yang optimis hidup rata-rata 11% hingga 15% lebih lama.

Studi tahun 2019 menyimpulkan bahwa orang-orang yang sangat positif adalah kelompok yang paling mungkin untuk hidup sampai usia 85 tahun atau lebih, tetapi mengakui bahwa pesertanya “sebagian besar berkulit putih dan memiliki status sosial ekonomi tinggi daripada populasi umum.”

Temuan yang terbit pada Rabu (8/6/2022) itu mengungkapkan bahwa optimisme “dapat meningkatkan kesehatan dan umur panjang” di berbagai kelompok ras dan sosial ekonomi juga.

Untuk optimis alami, itu berita bagus. Bagi orang lain, ini adalah tantangan potensial: Seperti yang dikatakan psikolog kesehatan klinis Natalie Dattilo kepada Washington Post pada tahun 2020, menghindari situasi sulit sebagai cara menumbuhkan pola pikir positif dapat sangat merusak.

Baca juga: Apa Iya, Nggak Sarapan Bikin Berat Badan Turun?

“Toxic positifity berasal dari gagasan bahwa cara terbaik atau satu-satunya untuk mengatasi situasi buruk adalah dengan memberikan hal positif dan tidak memikirkan hal negatif,” kata Dattilo, mengutip CNBC Make It.

“(Ini seperti) mencoba memasukkan es krim ke wajah seseorang ketika mereka tidak benar-benar ingin makan es krim.”
Sebaliknya, mengembangkan pola pikir optimis melibatkan penerimaan dan pemrosesan perasaan negatif – dengan mengetahui bahwa perasaan itu pada akhirnya akan berlalu, menyisakan ruang untuk masa depan yang lebih cerah.

“Tidak apa-apa untuk memiliki pandangan positif dan optimis dan merasa sedih pada saat yang sama. Kita bisa merasa sedih dan berduka dan masih menatap masa depan. Keduanya diperlukan untuk pandangan yang sehat dan rasa kesejahteraan,” kata Dattilo.

Studi hari Rabu itu melaporkan bahwa pengalaman stres sering kali memiliki dampak psikologis pada optimisme orang, dan bahwa orang yang optimis seringkali dapat memanfaatkan “dukungan sosial yang lebih besar (dan) menggunakan strategi pemecahan masalah dan perencanaan untuk meminimalkan risiko kesehatan.”

Studi tersebut juga mencatat bahwa optimis juga lebih mampu mengatur emosi dan perilaku.

Leave a Reply