Topcareer.id – Selama pandemi, hampir seluruh negara di dunia menutup sekolah untuk melindungi warga sekolah dari pandemi hingga diperkirakan sebanyak 1,6 miliar murid di seluruh dunia terdampak kebijakan penutupan sekolah.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) selaku Ketua Kelompok Kerja Pendidikan G20 (Chair of the G20 Education Working Group), Iwan Syahril menuturkan bahwa sejumlah negara di dunia memberlakukan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan kualitas yang bervariasi dari satu negara ke negara lain.
“Siswa di seluruh dunia menghadapi masalah akses mendapatkan pembelajaran dan resiko kehilangan pembelajaran atau learning loss. Ini yang harus kita sikapi bersama-sama,” kata Iwan dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (12/7/2022).
Menurut Iwan, lewat pembelajaran tatap muka di sekolah, murid-murid mendapatkan lingkungan belajar yang lebih baik. Selain itu, tambah dia, berbagai studi menunjukkan bahwa pembelajaran tatap muka masih merupakan metode paling baik bagi para siswa, baik anak-anak dan anak-anak muda.
Senada dengan itu, Chief of Education, United Nations Children’s Fund (UNICEF), Katheryn Bennett mengungkapkan bahwa pertemuan tatap muka antara guru dan murid, serta murid dengan teman-teman sekolahnya, tidak bisa tergantikan di negara manapun.
“Pembelajaran digital memang telah menolong masyarakat global lebih mudah mengakses pembelajaran. Tapi, kita tahu bahwa anak-anak belajar paling efektif kalau mereka duduk di kelas, berinteraksi dengan guru, dan bergaul dengan teman sekelas,” jelas Katheryn.
Baca juga: Pengembangan Digital Diprediksi Sumbang Rp4.434 Triliun Pada 2030
“PTM tidak ada gantinya. Ini pentingnya menjaga sekolah tetap buka. Mari kembalikan semua siswa ke sekolah,” tegasnya.
Katheryn mengapresiasi upaya Indonesia yang telah memprioritaskan vaksinasi bagi guru dan tenaga pendidik, sehingga tercipta ruang aman bagi siswa untuk kembali ke sekolah.
“Apalagi, Indonesia akan segera memasuki tahun ajaran baru. Ini pilar penting untuk mengembalikan siswa ke sekolah,” ucap Katheryn yang mengamati bahwa kebanyakan negara di masa pandemi memastikan agar setidaknya murid semua jenjang belajar hal-hal fundamental seperti literasi dan numerasi.
Katheryn menilai, dampak buruk pandemi tidak hanya pada pembelajaran, tapi juga kualitas hidup anak, terutama karena isolasi dan pembatasan sosial.
“Kita harus paham bahwa sekolah bukan hanya tempat belajar, tapi tempat anak bersosialisasi dan mengembangkan kedewasaan emosional anak. Kita tidak bisa mengabaikan itu. Dampak learning loss sangat besar, tapi dampak psikososial juga sangat tinggi. Maka itu kita harus berusaha mendukung anak-anak kembali ke sekolah,” tegas Katheryn.
Penelitian menunjukkan, lanjut Katheryn, semakin lama anak-anak berada di luar sekolah, semakin kecil juga kemungkinan mereka kembali ke sekolah.