Topcareer.id – Beberapa waktu terakhir, ramai isu salah satu brand minuman dikomplain karena dinilai memiliki kandungan pemanis yang berlebih sehingga memunculkan rasa yang sangat manis. Apa akibatnya jika konsumsi gula berlebihan?
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan konsumsi gula berlebih, baik dari makanan atau minuman berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan seperti gula darah tinggi, obesitas, dan diabetes melitus.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dalam kurun 5 tahun saja, terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia.
Menurut data tahun 2013 menunjukkan, prevalensi diabetes sebesar 1,5 permil meningkat pada tahun 2018 menjadi 2 permil. Demikian juga gagal ginjal kronis dari 2 permil menjadi 3,8 permil, sementara stroke meningkat dari 7 permil menjadi 10,9 permil.
“Tentunya, ini akan meningkatkan beban pembiayaan kesehatan di Indonesia. Terlebih lima penyebab kematian terbanyak di Indonesia didominasi oleh penyakit tidak menular,” kata dr. Maxi dikutip dari laman resmi Kemenkes, Rabu (28/9/2022).
Masih berdasarkan data Kemenkes, 28,7% masyarakat indonesia mengkonsumsi Gula Garam Lemak (GGL) melebih batas yang dianjurkan. Dimana batasan konsumsi GGL sudah diatur dalam Permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes 63/2015.
Sementara, 61,27% penduduk usia 3 tahun ke atas di Indonesia mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali per hari, dan 30,22% orang mengonsumsi minuman manis sebanyak 1-6 kali per minggu. Dan hanya 8,51% orang mengonsumsi minuman manis kurang dari 3 kali per bulan (Riskesdas, 2018).
Maxi lebih lanjut menjelaskan, yang patut menjadi perhatian, yakni peningkatan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas pada anak muda yang meningkat 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Baca juga: Apa Iya Tiger Parenting Bikin Anak Sukses?
Menurut data tahun 2015 menunjukkan prevalensi berat badan berlebih pada anak-anak usia 5-19 tahun dari 8,6% pada 2006 menjadi 15,4% pada 2016. Sementara prevalensi obesitas pada anak-anak usia 5-19 tahun dari 2,8% pada 2006 menjadi 6,1% pada 2016.
Maxi menyampaikan bahwa pemerintah melakukan berbagai upaya dan strategi dalam mengendalikan GGL mencakup aspek regulasi, reformulasi pangan, penetapan pajak/cukai, studi/riset, dan edukasi.
Salah satunya adalah permenkes No 30/2013 yang diperbaharui dengan Permenkes No 63/2015 Tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji.
Salah satu aspek pengaturannya dalam hal nilai gizi seperti kandungan lemak hingga gula harus tertera pada iklan dan promosi media lainnya seperti leaflet, brosur, buku menu, dan media lainnya.
Kebijakan cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia juga sudah diatur dalam UU No. 39 Tahun 2007 Tentang Cukai dan dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan.
Diharapkan dengan pemberlakuan cukai pada produk makanan dan minuman yang tinggi gula, garam dan lemak dapat menginisiasi terciptanya pangan yang lebih sehat dengan reformulasi makanan sehingga menurunkan risiko terjadinya Penyakit Tidak Menular
Maxi juga mengimbau masyarakat untuk menjaga kesehatan mulai dari sendiri. Menjaga asupan gula garam dan lemak sesuai dengan rekomendasi maksimum, yaitu gula sebanyak 50 gram per hari (4 sdm), garam sebanyak 2 gram (sdt), dan lemak sebanyak 67 gram (5 sdm).