Find Us on Facebook

Subscribe to Our Channel

https://www.youtube.com/@topcareertv1083

Thursday, December 12, 2024
idtopcareer@gmail.com
Tren

Survei: Pekerja Ngerasa Kesejahteraan Mereka Memburuk, tapi Bos Bilang Sebaliknya

Sumber foto: DeputySumber foto: Deputy

Topcareer.id – Apakah perusahaanmu sudah cukup memerhatikan kesehatan dan kesejahteraan karyawannya, apalagi ketika pandemi mereda? Karena ternyata menurut laporan terbaru, para pemimpin tidak benar-benar paham tentang kesejahteraan karyawan mereka. Duh, bencana ya?

Menurut survei yang dilakukan terhadap 3.150 orang yang dilakukan pada Maret oleh Deloitte dan Workplace Intelligence, banyak karyawan yang masih berjuang dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Bahkan, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa kesehatan mereka memburuk atau sama saja dari tahun lalu.

Sayang seribu sayang, golongan C-Suite tunjukkan perspektif yang jauh berbeda. Lebih dari 3 dari 4 para eksekutif yang disurvei percaya bahwa kesejahteraan tenaga kerja mereka meningkat.

“Ini menunjukkan bahwa eksekutif terputus dari realitas tenaga kerja,” kata Dan Schawbel, mitra pengelola di Workplace Intelligence, mengutip laman CNBC Make It.

“C-suite sangat fokus pada gambaran makro organisasi mereka, sehingga sulit bagi mereka untuk melihat gambaran makro kesejahteraan karyawan mereka,” ujarnya.

Sementara 77% eksekutif percaya bahwa kesejahteraan mental pekerja meningkat, hanya 33% karyawan yang disurvei merasa demikian, kata laporan itu. Persentase yang lebih rendah lagi merasa kesejahteraan sosial dan keuangan mereka (masing-masing 27% dan 30%) berada di tempat yang lebih baik.

Baca juga: Masih Kurang 300 Ribuan, Pemda Diminta Ajukan PPPK Formasi Guru

Pekerjaan terus menjadi penghambat kesejahteraan

Deloitte dan Workplace Intelligence menemukan bahwa sebagian besar responden termotivasi untuk mencapai kesejahteraan, dengan 84% mengatakan bahwa meningkatkan kesehatan mental, fisik, dan keuangan mereka adalah “prioritas utama” tahun ini.

Faktanya, 74% mengatakan itu lebih penting daripada memajukan karier mereka, kata laporan itu.

Namun, hambatan seperti beban kerja yang berat, jam kerja yang panjang, dan stres menduduki puncak daftar hambatan yang menurut responden menghalangi peningkatan kesejahteraan mereka.

Misalnya, hampir tiga perempat karyawan mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk mengambil cuti atau memutuskan hubungan kerja, dengan sekitar setengahnya melaporkan bahwa mereka “selalu” atau “sering” menggunakan semua waktu liburan mereka setiap tahun.

Duh, jatdi tidak heran kalau banyak di antara pekerja yang mengatakan bahwa mereka lebih sering merasakan emosi negatif dan kelelahan, menurut laporan tersebut. Sekitar setengahnya mengatakan mereka “selalu” dan “sering” merasa lelah (52%) atau stress (49%).

“Dari tahun ke tahun, pekerjaan adalah penyebab utama kelelahan. Karyawan terlalu banyak bekerja, dan dengan PHK baru-baru ini selama enam bulan terakhir, ada lebih banyak pekerjaan untuk lebih sedikit orang,” kata Schawbel.

Leave a Reply