TopCareer.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti tingginya konsumsi minuman manis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional atau Susenas 2018-2022, estimasi konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan di Indonesia mencapai Rp 90 triliun.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudhi Pramono menambahkan, data GlobalData Q2 2021 Consumer Survey pada Juni 2021, Indonesia jadi salah satu negara dengan konsumsi MBDK tertinggi di Asia Pasifik.
“Ini menjadi salah satu perhatian yang sangat penting untuk diintervensi dalam pengendalian konsumsi gula di Indonesia,” kata Yudhi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta.
Peningkatan konsumsi minuman berpemanis ini pun akan berdampak pada kesehatan masyarakat.
“Dari data penelitian kita lihat konsumsi MBDK dapat berisiko meningkatkan kejadian obesitas, diabetes, hipertensi, dan kematian akibat jantung koroner,” kata Yudhi.
Baca Juga: Kemenkes: RI Waspadai Penularan Flu Burung Pada Manusia
Selain itu, minuman berpemanis dalam kemasan di Indonesia rata-rata mengandung 22,8 gram gula per 250 mililiter atau sekitar 45,6 persen dari anjuran Kemenkes.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2022 juga mencatat, 47,5 persen penduduk Indonesia mengonsumsi minimal satu jenis minuman manis setiap harinya, ditambah konsumsi gula dari sumber lain yang tidak terhitung. Kemudian, 5,5 persen penduduk mengonsumsi gula lebih dari empat sendok makan per hari.
Pada kesempatan tersebut, Kemenkes pun kembali menekankan pentingnya cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan.
“Kami juga mengusulkan untuk mengenakan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan, seperti yang telah diterapkan kurang lebih 60 negara di dunia,” Yudhi berujar.
Menurutnya, pengenaan cukai ini bisa jadi intervensi, untuk mengurangi konsumsi gula, meningkatkan literasi masyarakat, memberikan dorongan untuk beralih ke produk minuman yang lebih sehat, dan meningkatkan pendapatan negara.